Minggu, 22 Agustus 2010

KERJA ENZIM KATALASE

1. TUJUAN
Mengetahui pengaruh enzim katalase terhadap peroksida
2. TINJAUAN TEORTIS
Enzim merupakan protein yang tersusun atas asam-asam amino. Kebanyakan enzim berukuran lebih besar dari substratnya. Akan tetapi, hanya daerah tertentu dari molekul enzim tersebut yang berikatan dengan substart, yaitu di bagian yang disebut sisi aktif (active site).
Beberapa enzim memerlukan komponen nonprotein yang disebut gugus prostetik agar dapat bekerja dalam suatu reaksi. Enzim yang lengkap tersebut disebut holoezim.
Secara kimia, enzim yang langkap (holoenzim) tersusun atas dua bagian, yaitu bagian protein dan bagian bukan protein
Bagian protein disebut apoenzim, tersusun atas asam asam amino. Bagian protein bersifat labil (mudah berubah), misalnya terpengaruh oleh suhu dan keasaman.Misal : NAD+
Bagian yang bukan protein disebut gugus prostetik, yaitu gugusan yang aktif. Gugus prostetik yang berasal dari molekul anorganik disebut kofaktor, misalnya besi, tembaga, zink. Gugus prostetik yang terdiri dari senyawa organic kompleks disebut koenzim, misalnya NADH, FADH, koenzim A, tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), asam pantotenat (vitamin B5), niasin (asam nikotinat), piridoksin (vitamin B6), biotin, asam folat dan kobalamin (vitamin B12).
Katalase adalah enzim yang dapat menguraikan hidrogen peroksida (H2O2) yang tidak baik bagi tubuh makhluk hidup menjadi air (H20) dan oksigen (O2) yang sama sekali tidak berbahaya. Selain itu, enzim ini di dalam tubuh manusia juga menguraikan zat-zat oksidatif lainnya seperti fenol, asam format, maupun alkohol yang juga berbahaya bagi tubuh manusia.
Katalase terdapat hampir di semua makhluk hidup. Enzim ini diproduksi oleh sel di bagian badan mikro, yaitu Perioksisom Bagi sel, enzim ini adalah bodyguard yang melindungi bagian dalam sel dari kondisi oksidatif yang bagi kebanyakan orgnisme ekuivalen dengan kerusakan.
Enzim katalase dari mamalia seperti manusia, ataupun sapi, ataupun mikroba moderat (jamur) misalnya, hanya dapat berfungsi di antara suhu 37-40 derajat celcius. Jika suhu terlalu rendah ( 40 C), enzim ini akan mengalami denaturasi sehingga tidak dapat dipakai kembali.
Reaksi-reaksi yang berlangsung didalam tubuh makhluk hidup terjadi pada suhu 270 C, misalnya pada tumbuhan dan pada tubuh hewan berdarah dingin; atau pada suhu 370, misalnya pada tubuh hewan berdarah panas.Pada suhu tersebut proses oksidasi akan berjalan lambat.Agar reaksi-reaksi berjalan lebih cepat diperlukan katalisator.Katalisator adalah zat yang mempercepat reaksi tetapi zat tersebut tidak ikut bereaksi. Katalisator didalam sel makhluk hidup disebut biokatalisator atau enzim.
3. ALAT DAN BAHAN
BAHAN
No Nama bahan Jumlah
1 jantung 0,25 kg
2 hati 0,25 kg
3 NaOH 0.1 ml
4 HCl 0,1 ml
5 Peroksida 0,5 ml
6 air secukupnya
7 Bara lidi secukupnya
ALAT
No Nama alat Jumlah
1 Tabung reaksi 10 buah
2 Gelas kimia 3 buah
3 blender 1 buah
4 Pipet tetes 2 buah
5 Kain saring 2 lembar
4. LANGKAH KERJA
1. Cuci jantung ayam hingga bersih kemudian blender dan ambil ekstraknya dengan kain pnyaring.
2. Masukkan eksrak jantung kedalam 5 tabung reaksi dengan takaran yang sama.
3. pada tabung 1 masukkan HCl, tabung 2 masukkan NaOH, tabung 3 rendam dalam air panas, tabung 4 rendam dengan air dingin. Dan kelima tabung tersebut tambahkan 2 tetes peroksida.
4. ujilah dengan bara lidi
5. HASIL PERCOBAAN
JANTUNG HCl NaOH Direndam air panas Direndam air dingin netral
gelembung +
+ + +
+
+ - +
+
api + - + - +
+
HATI HCl NaOH Direndam air panas Direndam air dingin netral
gelembung +
+ + - +
+
api + - - - +
+
+ + + : banyak
+ + : sedang
+ : sedikit
6. PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. tuliskan reasi kimia yang terjadi
Jawab :
2. bagaimana pengaruh enzim katalase terhadap peroksida?
Jawab:
7. KESIMPULAN
Katalase adalah enzim yang dapat menguraikan hidrogen peroksida (H2O2) yang tidak baik bagi tubuh makhluk hidup menjadi air (H20) dan oksigen (O2) yang sama sekali tidak berbahaya. Selain itu, enzim ini di dalam tubuh manusia juga menguraikan zat-zat oksidatif lainnya seperti fenol, asam format, maupun alkohol yang juga berbahaya bagi tubuh manusia.
Katalase terdapat hampir di semua makhluk hidup. Enzim ini diproduksi oleh sel di bagian badan mikro, yaitu Perioksisom Bagi sel, enzim ini adalah bodyguard yang melindungi bagian dalam sel dari kondisi oksidatif yang bagi kebanyakan orgnisme ekuivalen dengan kerusakan.
Enzim katalase dari mamalia seperti manusia, ataupun sapi, ataupun mikroba moderat (jamur) misalnya, hanya dapat berfungsi di antara suhu 37-40 derajat celcius. Jika suhu terlalu rendah ( 40 C), enzim ini akan mengalami denaturasi sehingga tidak dapat dipakai kembali.
Tulisan ini dikirim pada pada Selasa, Maret 10th, 2009 10:42 pm dan di isikan dibawah Uncategorized. Anda dapat meneruskan melihat respon dari tulisan ini melalui RSS 2.0 feed. Anda dapat merespon, or trackback dari website anda.

Kerja enzim katalase/pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim?

Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Suara Terbanyak
Katalase adalah enzim yang dapat menguraikan hidrogen peroksida (H2O2) yang tidak baik bagi tubuh makhluk hidup menjadi air (H20) dan oksigen (O2) yang sama sekali tidak berbahaya. Selain itu, enzim ini di dalam tubuh manusia juga menguraikan zat-zat oksidatif lainnya seperti fenol, asam format, maupun alkohol yang juga berbahaya bagi tubuh manusia.

Katalase terdapat hampir di semua makhluk hidup. Enzim ini diproduksi oleh sel ada bagian badan mikro, yaitu Perioksisom Bagi sel, enzim ini adalah bodyguard yang melindungi bagian dalam sel dari kondisi oksidatif yang bagi kebanyakan orgnisme ekuivalen dengan kerusakan.

Enzim katalase dari mamalia seperti manusia, ataupun sapi, ataupun mikroba moderat (jamur) misalnya, hanya dapat berfungsi di antara suhu 37-40 derajat celcius. Jika suhu terlalu rendah ( < 10 C) , maka enzim ini akan berhenti bekerja, tetapi tidak mengalami kerusakan dan akan bekerja kembali jika suhu telah normal. Jika suhu terlalu tinggi ( >40 C), enzim ini akan mengalami denaturasi sehingga tidak dapat dipakai kembali.
Katalase adalah enzim yang dapat menguraikan hidrogen peroksida yang tidak baik bagi tubuh makhluk hidup menjadi air dan oksigen yang sama sekali tidak berbahaya. Selain itu, enzim ini di dalam tubuh manusia juga menguraikan zat-zat oksidatif lainnya seperti fenol, asam format, maupun alkohol yang juga berbahaya bagi tubuh manusia. Katalase terdapat hampir di semua makhluk hidup. Bagi sel, enzim ini adalah bodyguard yang melindungi bagian dalam sel dari kondisi oksidatif yang bagi kebanyakan orgnisme ekuivalen dengan kerusakan.
• Berbagai jenis enzim terdapat dalam madu, diantaranya adalah diastase, invertase, katalase, peroksidase dan lipase. Madu adalah jenis makanan alami yang paling tinggi kadar enzimnya. Enzim-enzim katalase berperan memecahkan peroksida, suatu ransum limbah metabolisme (radikal bebas) yang mempercepat proses ketuaan.
• Enzim katalase di samping mendukung aktivitas enzim SOD juga dapat mengkatalisa perubahan berbagai macam peroksida dan radikal bebas menjadi oksigen dan air.
Enzim-enzim tersebut di atas dalam bekerjanya sengat membutuhkan mineral-mineral penyusun sebagai berikut :
• Copper (Cu)
• Zinc (Zn)
• Selenium (Se)
• Manganese (Mn)
• Besi (Fe)
• enzim katalase dihasilkan oleh peroksisom yang banyak tersebar didalam hati
fungsi dari enzim ini sendiri ialah untuk menguraikan H2O2 menjadi H2o dan O2,
jika tidak ada enzim ini,H2O2 tidak akan terurai dan akan menjadi racun,,

jadi intinya enzim katalase berfungsi untuk menguraikan H2O2,,
TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan dari diadakannya praktikim ini adalah untuk mempelajari cara kerja enzim KATALASE.
DASAR TEORI
Enzim merupakan protein yang tersusun atas asam-asam amino. Kebanyakan enzim berukuran lebih besar dari substratnya. Akan tetapi, hanya daerah tertentu dari molekul enzim tersebut yang berikatan dengan substart, yaitu di bagian yang disebut sisi aktif (active site).
Beberapa enzim memerlukan komponen nonprotein yang disebut gugus prostetik agar dapat bekerja dalam suatu reaksi. Enzim yang lengkap tersebut disebut holoezim.
Secara kimia, enzim yang langkap (holoenzim) tersusun atas dua bagian, yaitu bagian protein dan bagian bukan protein
Bagian protein disebut apoenzim, tersusun atas asam asam amino. Bagian protein bersifat labil (mudah berubah), misalnya terpengaruh oleh suhu dan keasaman.Misal : NAD+
Bagian yang bukan protein disebut gugus prostetik, yaitu gugusan yang aktif. Gugus prostetik yang berasal dari molekul anorganik disebut kofaktor, misalnya besi, tembaga, zink. Gugus prostetik yang terdiri dari senyawa organic kompleks disebut koenzim, misalnya NADH, FADH, koenzim A, tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), asam pantotenat (vitamin B5), niasin (asam nikotinat), piridoksin (vitamin B6), biotin, asam folat dan kobalamin (vitamin B12).
Katalase adalah enzim yang dapat menguraikan hidrogen peroksida (H2O2) yang tidak baik bagi tubuh makhluk hidup menjadi air (H20) dan oksigen (O2) yang sama sekali tidak berbahaya. Selain itu, enzim ini di dalam tubuh manusia juga menguraikan zat-zat oksidatif lainnya seperti fenol, asam format, maupun alkohol yang juga berbahaya bagi tubuh manusia.
Katalase terdapat hampir di semua makhluk hidup. Enzim ini diproduksi oleh sel di bagian badan mikro, yaitu Perioksisom Bagi sel, enzim ini adalah bodyguard yang melindungi bagian dalam sel dari kondisi oksidatif yang bagi kebanyakan orgnisme ekuivalen dengan kerusakan.
Enzim katalase dari mamalia seperti manusia, ataupun sapi, ataupun mikroba moderat (jamur) misalnya, hanya dapat berfungsi di antara suhu 37-40 derajat celcius. Jika suhu terlalu rendah ( < 10 C) , maka enzim ini akan berhenti bekerja, tetapi tidak mengalami kerusakan dan akan bekerja kembali jika suhu telah normal. Jika suhu terlalu tinggi ( >40 C), enzim ini akan mengalami denaturasi sehingga tidak dapat dipakai kembali.
Reaksi-reaksi yang berlangsung didalam tubuh makhluk hidup terjadi pada suhu 270 C, misalnya pada tumbuhan dan pada tubuh hewan berdarah dingin; atau pada suhu 370, misalnya pada tubuh hewan berdarah panas.Pada suhu tersebut proses oksidasi akan berjalan lambat.Agar reaksi-reaksi berjalan lebih cepat diperlukan katalisator.Katalisator adalah zat yang mempercepat reaksi tetapi zat tersebut tidak ikut bereaksi. Katalisator didalam sel makhluk hidup disebut biokatalisator atau enzim.
ALAT DAN BAHAN
Alat:
Tabung reaksi 5 buah
Rak tabung reaksi 1 buah
Pembakar spiritus 1 buah
Pipet tetes 5 buah
Gelas ukur 2 buah
Korek
Mortar
Pengaduk
Bahan:
Lidi
Ekstrak hati ayam
Ekstrak jantung ayam
Air peroksida H2O2
HCl 10 %
NaOH/KOH 10 %
Kertas saring
Kapas
CARA KERJA
Buat ekstrak hati & jantung ayam
Tuangkan ekstrak hati dlm 4 tabung reaksi, jantung yam 1 tabung reaksi, masing-masing 1ml
a.ekstrak hati+H2O2 5 tetes
b.ekstrak hati+HCl+ H2O2 masing- masing 5 tetes
c.ekstrak hati+KOH+ H2O2 masing- masing 5 tetes
d.ekstrak hati panas+H2O2 5 tetes
e.ekstrak jantung+H2O2 5 tetes
4. pada waktu mereaksikan tutuplah tabung dengan kaoas dan amati pembentukan gelembung gas kemudian masukkan bara api dalam tabung tersebut.Amati keadaan bara api yang dimasukkan tersebut.
DATA HASIL PENGAMATAN
No   perlakuan   Gelembung gas   Nyala api
1.   ekstrak hati+H2O2   ++++   menyala
2.   ekstrak hati+HCl+ H2O2   ++   menyala
3.   ekstrak hati+KOH+ H2O2   ++   menyala
4.   ekstrak hati panas+H2O2   +++   menyala
5.   ekstrak jantung+H2O2   +   menyala
Keterangan:
+    = sedikit           +++  = banyak
++ = sedang          ++++ = banyak sekali
PEMBAHASAN / DISKUSI
Pada tabung yang berisi ekstrak hati+ H2O2Â menghasilkan gelembung yang paling banyak karena di dalam hati terdapat enzim katalase yang berfungsi menetralkan racun hanya dapat bekerja pada ph normal juga suhu yang masih dalam batas toleransi enzim. Mengenai bara api yang tetap menyala, sebab enzim katalase telah menguraikan H2O2 menjadi air dan oksigen. dan yang membuat bara api tetap menyala adalah oksigen.
Pada tabung yang berisi ekstrak hati+HCl+ H2O2 gelembung yang dihasilkan lebih sedikit dari pada tabung yang berisi ekstrak hati+H2O2 . meski C pada tabung ini sama-sama terurai menjadi air dan oksigen, namun asam klorida-lah yang menghambat kerja enzim katalase.sebab, kalium hidroksida bersifat asam dan membuat campuran kedua ini menjadi asam pula. Sedangkan kerja enzim katalase akan maksimal bila ph-nya normal. Mengenai bara api yang tetap menyala, hal tersebut dikarenakan H2O2 tetap bereaksi dengan enzim katalase dan terurai menjadi air dan oksigen.
Pada tabung yang berisi ekstrak hati+KOH+ H2O2 menhasilkan gelembung yang berukuran sedang. Hal ini dikarenakan kalium hidroksida yang bersifat basa juga turut mempengaruhi campuran no. 3 ini sehingga bersifat basa juga. Sedangkan bara api yang tetap menyala dikarenakan adanya H2O2Â yang diuraikan menjadi air dan oksigen.
Pada tabung yang berisi ekstrak hati panas+H2O2 menghasilkan gelembung yang banyak, namun tak sebanyak gelembung yang dihasilkan larutan no.1 sebab terhambat pada suhu yang telah melebihi batas toleransi enzim. Sedang enzim katalase akan bekerja lebih maksimal jika suhunya semakin tinggi namun masih dalam batas toleransi enzim. sedangkan bara api yang tetap menyala dikarenakan adanya H2O2 yang diuraikan menjadi sir dan oksigen juga.
Pada tabung yang berisi ekstrak jantung+H2O2 menghasilkan gelembung yang sedikit dikarenakan jumlah enzim katalase yang juga sedikit sehingga laju reaksi nya juga menjadi lambat. Sedangkan bara api yang tetap menyala dikarenakan adanya H2O2 .
KESIMPULAN
Kerja enzim dapat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :
a. Suhu (temperatur)
Semakin tinggi suhu, reaksi kimia yang dipengaruhi enzim semakin cepat. Tetapi jika suhu terlalu tinggi atau telah melampaui batas toleransi enzim, enzim akan mengalami denaturasi / rusak dan tidak dapat digunakan lagi.
b. ph
enzim katalase hanya dapat bekerja optimal pada ph netral
c. Konsentrasi enzim
Pada umumnya konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepata reaksi
Cara kerja enzim katalase pada hati?
Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Suara Terbanyak
Enzim katalase terdapat hampir di semua makhluk hidup. Enzim ini diproduksi oleh sel bagian badan mikro, yaitu Peroksisom. Organ yang paling dominan menghasilkan enzim ini adalah bagian hati (lever). Bagi sel, enzim ini adalah bodyguard yang melindungi bagian dalam sel dari kondisi oksidatif dan racun (toksin) yang bagi kebanyakan orgnisme ekuivalen dengan kerusakan.

Enzim katalase adalah enzim yang dapat menguraikan hidrogen peroksida (H2O2) yang tidak baik bagi tubuh makhluk hidup menjadi air (H20) dan oksigen (O2) yang sama sekali tidak berbahaya. Selain itu, enzim ini di dalam tubuh manusia juga menguraikan zat-zat oksidatif lainnya seperti fenol, asam format, maupun alkohol yang juga berbahaya bagi tubuh manusia. Dengan begitu, berbagai racun yang masuk ke dalam tubuh manusia menjadi tidak berbahaya lagi bagi tubuh. kesemua proses di atas biasanya terjadi di dalam organ hati. Demikian cara kerja enzim katalase pada hati manusia




BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Defisiensi Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) ditemukan pertama kali oleh Carson dkk (1956) saat mereka menyelidiki suatu reaksi hemolitik yang timbul pada individu ras kulit hitam yang mendapatkan primaquin, suatu 8-aminoquinoline, sebagai terapi radikal malaria.1 Kemudian primaquine sensitivity dikenali pula pada ras bangsa lainnya. Pada tahun 1960-an, empat sindrom, termasuk hemolisis intravaskuler masif sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap beberapa jenis obat dan bahan kimia, hemolisis setelah mengkonsumsi kacang koro ( fava bean ) atau yang biasa disebut sebagai Favisme, hemolisis sebagai komplikasi penyakit yang tidak biasa , dan ikterus neonatorum yang menyebabkan kernicterus, semuanya dapat terjadi pada individu yang secara genetik menderita defisiensi enzim G6PD.2,3,4
Enzim Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) adalah enzim yang memiliki peran penting dalam proses metabolisme eritrosit. G6PD adalah enzim yang bekerja pada tahap awal proses glikolisis, yaitu pada jalur Hexose Monophosphate shunt. Jalur metabolisme ini berfungsi untuk mereduksi glutation yang melindungi gugus sulfhidril hemoglobin dan membran sel eritrosit dari oksidasi yang disebabkan oleh radikal oksigen. Kelainan pada jalur heksose monofosfat mengakibatkan tidak adekuatnya perlindungan terhadap oksidan, yang menyebabkan oksidasi gugus sulfhidril dan presipitasi hemoglobin yang dikenali sebagai Heinz bodies dan lisisnya membran eritrosit.2,3,4,5
Diperkirakan 400 juta manusia di dunia menderita defisiensi G6PD, frekuensi yang tinggi tersebar di belahan dunia timur. Varian mutan gen G6PD yang mengakibatkan gejala anemia berat hampir seluruhnya berasal dari Afrika. Selain itu defisiensi G6PD di dapatkan pula di Eropa Selatan , Semenanjung Arabia, Brasilia kulit hitam, juga hampir seluruh negara-negara sekitar laut Tengah (Mediterrania),benua Asia dan Papua New Guinea, termasuk Indonesia. 2,3,4,5

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini menjelaskan tentang patogenesa, patofisiologi, masalah klinis dan tata laksana pada penderita defisiensi enzim G6PD.

BAB II
DEFISIENSI ENZIM GLUKOSA-6-FOSFAT DEHIDROGENASE

2.1. Struktur Enzim

Bentuk aktif enzim G6PD merupakan dimer (terdiri dari 2 subunit) dan tetramer (terdiri dari 4 subunit) dengan subunit yang identik. Masing-masing subunit tersusun oleh 514 asam amino dan mempunyai massa molekul 59.265 Dalton. Bentuk dimer dan tetramer terdapat dalam keseimbangan tergantung pH, pada pH neutral terdapat dalam proporsi yang sama. Pada tiap molekul dimer didapatkan 2 molekul NADP (Nikotinamide Adenin Dinucleotide Phosphate binding site) yang terikat erat dan penting bagi kestabilan protein . Binding site koenzim ini diperkirakan terletak pada exon 10 urutan asam amino ke 386 dan 387 (lisin dan arginin), sedangkan tempat mengikat substrat glukosa 6 fosfat (G6P binding site) terletak pada exon 6 dengan urutan asam amino (lisin) ke 205 Struktur enzim G6PD memiliki dua bagian, yaitu bagian NADP Binding dan bagian besar (large domain). Bagian yang aktif terletak diantara dua bagian tersebut.3,4,5,8.

2.2. Peran Enzim G6PD

Enzim G6PD terdapat dalam sitoplasma, tersebar di seluruh sel dengan kadar yang berbeda. Enzim ini bekerja pada tahap pertama jalur pentosa heksosemonofosfat (Pentosa Phosphate Shunt) yaitu jalur oksidasi glukosa yang menghasilkan NADPH dan pentosa (ribose 5 fosfat untuk sintesis asam lemak, kolesterol, hormon steroid, purin, pirimidin dan forfirin). Pada jalur pentosa fosfat, G6PD mengkatalisis reaksi glukosa 6 fosfat (G6P) dan NADP+ menjadi 6 fosfo glukonat (6GP) dan menghasilkan NADPH. NADPH merupakan koenzim yang berfungsi sebagai donor hidrogen pada reaksi enzimatik pada berbagai alur biosintetik. NADPH juga berfungsi sebagai koenzim pada reaksi pembentukan GSH (glutation tereduksi) dari GSSG (glutation teroksidasi) oleh enzin glutation reduktase (GSSGR). GSH sangat penting untuk melindungi sel terhadap kerusakan oksidatif karena GSH dapat meredam hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O dengan bantuan enzim glutation peroksidase (GSHPX). Jalur alternatif untuk meredam H2O2 adalah melalui enzim katalase, dalam keadaan normal jalur ini tidak efektif karena aktivitas katalase terhadap H2O2 jauh lebih rendah dari pada afinitas GSHPX. Pada keadaan dimana terjadi produksi H2O2 berlebihan maka katalase akan berperan lebih dari 50% meredam H2O2 yang terbentuk, namun untuk aktivitas katalase memerlukan NADPH. Jadi NADPH sangat diperlukan baik untuk meredam H2O2. melalui jalur GSHPX ataupun melalui jalur katalase.3,4,5,7,8.
Kadar enzim G6PD di dalam eritrosit relatif rendah bila dibandingkan dengan kadar enzim G6PD pada sel tubuh yang lain. Enzim G6PD merupakan satu-satunya enzim dalam sel eritrosit yang berfungsi memproduksi NADPH untuk mereduksi GSSG menjadi GSH yang meredam H2O2, sehingga GSH berfungsi mencegah kerusakan eritrosit dari kerusakan akibat oksidasi. Untuk mempertahankan kadar GSH selalu cukup, diperlukan mekanisme pembentukan GSH dari GSSG dengan bantuan enzim glutation reduktase (GSSGR) dan NADPH yang tergantung aktivitas G6PD. Semakin tua usia eritrosit, aktifitas enzim G6PD juga semakin berkurang. 2,3,8,9 G6P : Glukosa 6 fosfat 6PG : fosfoglukonat
H2O2 H2O GSSGR : glutation reduktase
GSHPX GSHPX : glutation peroksidase

GSH GSSG

GSSGR
Glukosa

NADP NADPH
30% Pentosa Phosphate Shunt G6PD
G6P 6PG
(Glukosa 6 fosfat) (6 fosfo glukonat)
70% Embden Meyerhof Pathway

F6P (Fruktosa 6 fosfat)

Siklus Asam Sitrat Ribosa 5 fosfat

Gambar 2.1 . Diagram Jalur Pentosa Fosfat dan Jalur Glikolisis.Dikutip dari Luzzatto L, Mehta A, Vulliamy TJ. Glucose-6-Phosphate dehydrogenase deficiency. Dalam : Scriver CR, Beaudet AL, Sly WS, Valle D,eds. The metabolic basis of inherited disease. New York: McGraw-Hill, 2001; 4517-53.
2.3. Genetika dan Mekanisme Pewarisan Defisiensi Enzim G6PD

Gen penyandi G6PD terletak pada regio telomerik rantai panjang kromosom X (band Xq28), sekitar 400 kb centromerik dari gen Faktor VIII. Panjang gen G6PD 18.5 kb, terdiri dari 13 exon (exon pertama bersifat non coding) dan 12 intron. Exon koding ukurannya bervariasi antara 38 bp sampai 236 bp. Ukuran intron kurang dari 1 kb, kecuali intron kedua mencapai panjang 11 kb. 3,4,9,10,11
Defisiensi enzim G6PD adalah kelainan genetik yang bersifat X linked recessive. Berbeda dengan kelainan terkait kromosom X lainnya, tampak populasi dimana frekuensi defisiensi enzim G6PD sedemikian tinggi sehingga tidak jarang ditemukan wanita yang homozigot. 4,6,9,11


Gambar 2.2 Letak gen penyandi enzim G6PD pada kromosom X
Dikutip dari Pai, G. S.; Sprenkle, J. A.; Do, T. T.; Mareni, C. E.; Migeon,B. Localization of loci for hypoxanthine phosphoribosyltransferase and glucose-6-phosphate dehydrogenase and biochemical evidence of nonrandom X chromosome expression from studies of a human X- autosome translocation. Proc. Nat. Acad. Sci 1980; 77: 2810-13

Gen G6PD terletak pada kromosom X, untuk itu kromosom X yang mengandung alel G6PD mutan dituliskan sebagai Xo, sedangkan alel G6PD normal sebagai X .3,5,6,11,12
Ada beberapa genotipe dan fenotipe yang kemungkinan didapatkan:
Genotipe Fenotipe
Pria X Hemizigot normal
Xo Hemizigot penderita
Wanita X / X Homozigot normal
X / Xo Heterozigot
XoXo Homozigot penderita

Kelainan akan muncul pada pria hemizigot mutan (XoY) atau pada wanita homozigot mutan (Xo Xo ) dan sebagian heterozigot (Xo X). Pada penderita laki-laki, gen mutan ini didapat dari ibunya, sedangkan pada anak perempuan gen mutan didapatkan dari ibu atau dari bapaknya atau dari keduanya.3,4,11,12
Contoh pedigree :


Gambar 2.3. Contoh pedigree penderita G6PD. Dikutip dari: Suhartati.Molecular study in G6PD deficiency, a pedigree analysis of a Javanese-chinese family in Surabaya,Indonesia. Fol Med Indones 2001; 3:100-3.
Secara umum, aktivitas enzim G6PD dalam eritrosit wanita dengan defisiensi G6PD berada diantara pria yang mengalami defisiensi G6PD dan pria normal. Beberapa wanita yang heterozigot memiliki aktivitas enzim G6PD eritrosit normal, sedang yang lain tidak lebih aktif dari aktivitas enzim G6PD pria hemizigot. Hal tersebut dapat diterangkan dengan hipotesa Lyon berdasarkan teori prinsip inaktivasi kromosom X. 3,4,11,12
Ada 3 prinsip pada hipotesa Lyon :
1. Sel somatik wanita pada mamalia hanya mempunyai satu kromosom X yang aktif, kromosom X yang lain tidak aktif yang nampak sebagai Bar body pada tahap interphase.
2. Inaktivasi kromosom X terjadi sejak permulaan kehidupan embrio, dimulai pada stadium morula tiga hari setelah pembuahan.
Inaktivasi ditentukan secara random dan bersifat menetap (permanen) .
3. Inaktivasi ditentukan secara random dan bersifat menetap11,12

Hipotesis Lyon menjelaskan bahwa satu dari dua kromosom X pada setiap sel wanita tetap inaktif selama hidup. Hasilnya adalah suatu mosaik dari aktivitas kromosom X. Proses inaktivasi bersifat acak, sehingga distribusi aktivitas G6PD pada wanita heterozigot antara 0-100% dari normal. Apabila inaktivasi tersebut mengenai kromosom X yang membawa gen G6PD mutan, maka sel wanita tersebut akan menunjukkan aktivitas G6PD yang normal, apabila inaktivasi mengenai kromosom X dengan gen G6PD normal, maka akan terjadi sebaliknya. Jadi pada wanita heterozigot didapat dua populasi sel yang berbeda yaitu satu populasi normal dan yang satu populasi yang abnormal. 3,4,11,12
Mutasi gen G6PD dapat terjadi pada semua exon namun yang mengakibatkan anemia hemolitik yang berat pada umumnya terletak pada exon 6 (tempat pengikat substrat G6P) dan exon 10 (tempat pengikat koenzim NADP). Sejauh ini pada penelitian defisiensi G6PD tingkat molekuler terdapat 130 varian mutan G6PD yang telah ditemukan dari 442 variasi G6PD di dunia, terdiri dari: 78 jenis mutasi titik (point mutation) , dua jenis delesi pada satu atau dua kodon dan hanya satu splicing mutation. Mutasi gen G6PD dapat menyebabkan defek pada mekanisme katalitik, tempat pengikatan substrat (substrat binding atau koenzim binding) sehingga dapat menurunkan aktivitas G6PD dan mengakibatkan hemolisis. 3,4,9,11,12
World Health Organization (WHO), mengklasifikasikan varian mutan G6PD berdasarkan pengukuran aktivitas enzim dan ada atau tidaknya anemia hemolitik, kemudian dibagi lagi atas dasar mobilitas elektroforesis dalam setiap varian sebagai berikut :
1. Klas I: varian G6PD yang defisiensi enzimnya sangat berat (aktivitas enzim kurang dari 10% dari normal) dengan anemia hemolitik kronis.
2. Klas II: varian G6PD yang defisiensi enzimnya cukup berat (aktivitas enzim kurang dari 10% dari normal) namun tidak ada anemia hemolitik kronis.
3. Klas III: varian G6PD dengan aktivitas enzimnya antara 10%-60% dari normal dan anemi hemolitik terjadi bila terpapar bahan oksidan atau infeksi.
4. Klas IV: varian G6PD yang tidak memberikan anemia hemolitik atau penurunan aktivitas enzim G6PD
5. Klas V: varian G6PD yang aktivitas enzimnya meningkat.
Varian klas IV dan klas V secara biologis, genetik dan antropologis tidak didapat gejala klinik.3,4,5,8,9,14

2.4. Prevalensi dan Penyebaran Geografik

Frekuensi defisiensi G6PD di Asia diperkirakan 14% di Kamboja, 5% di Cina selatan, 2.6% di India dan 0.1% di Jepang. 15 Di Indonesia frekuensi defisiensi G6PD sebagai berikut, di Irian Barat 8%, di Sasak 18.4%, di Bima 12%, di Flores 4% 16,19, Jawa Tengah di Semarang adalah 14% 17, di pulau Buru dan Halmahera sekitar 6 % 4 ,15,16,17. Penelitian di Sumatra Utara 3.9% 18. Penelitian di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta menemukan 2.6% defisiensi G6PD pada 3200 bayi baru lahir pada tahun 197919. Sedangkan penelitian di RS dr.Soetomo menemukan 3% defisiensi G6PD dari 480 bayi baru lahir pada tahun 1995.20
Gambar.2.4. Distribusi penderita defisiensi enzim G6PD di dunia.
Dikutip dari Layton DM, Bellingham AJ. Disorders of erythrocyte metabolism(2000)


Distribusi defisiensi enzim G6PD mirip dengan distribusi penyakit thalasemia sehingga timbul pemikiran bahwa terdapat keuntungan selektif tertentu terhadap infeksi endemik malaria, bahkan pada waktu lampau. Luzzatto dkk menemukan bahwa individu normal dibandingkan dengan individu defisiensi G6PD yang heterozigot, parasit malaria lebih banyak ditemukan pada normal eritrosit.4,9,21

Hal ini menunjukkan kepadatan infeksi parasit malaria yang berkurang pada individu heterozigot, yang memiliki korelasi langsung dengan insiden mortalitas malaria yang lebih rendah sehingga memberikan keuntungan survival bagi individu dengan defisiensi enzim G6PD. Hal tersebut didukung dengan bukti penelitian bahwa defisiensi G6PD di Sardinia lebih umum ditemukan di daerah pantai dari pada di dataran tinggi, serta defisiensi G6PD didapatkan sejajar dengan endemis malaria. Namun hal ini bukan berarti individu dengan defisiensi G6PD imun terhadap malaria, hal ini dapat dijelaskan dengan terjadinya adaptasi Plasmodium falciparum terhadap sel yang mengalami defisiensi dengan memproduksi sendiri enzim G6PD.3.6.9.21.22.23

Defisiensi G6PD pada pria dapat dengan mudah dideteksi dengan menggunakan tes skrining tertentu. Tes paling sederhana dikembangkan oleh Beutler dan Mitchell berdasarkan tes fluoresensi NADPH, yang menunjukkan jumlah enzim G6PD yang cukup. Tes ini juga dapat digunakan pada sampel darah yang kering pada kertas filter yang mirip dengan kartu Guthrie. Tes semacam ini telah digunakan secara rutin di Hong Kong pada neonatus.2.3.6
Tabel I. menunjukkan insiden defisiensi enzim G6PD pada beberapa etnis grup tertentu di dunia dan Tabel II pada Asia Tenggara.
Tabel I. Distribusi dunia defisiensi enzim G6PD
Estimated Population Frequency(in males)
(x1000) 1966 %
Africa
West - Ghana 7,300 24
Nigeria 9,104 2-25
Central - Angola 5,084 11-27
Congo 15,300 6-23
East - Kenya 9,104 2-25
Tanzania 9,900 2-28
South Africa 17,474 3-9
Ethiopia 22,200 0
Algeria 11,600 <1
Americas
USA 192,119 11(in blacks)
Venezuela 8,427 2-12
Brazil 78,809 0
Asia
China 686,400 2-5
Hong Kong 3,692 3,7-5,5
India 471,627 4-19
Japan 96,906 <1
Europe
Greece 8,480 1-32
Italy 50,762 <1
Sardinia 3-35
Others rare
Dikutip dari WHO Scientific Group. Treatment and hemoglobinopathies and allied disorders. WHO Tech Rep Ser 1972;509:61-3


Tabel II. Defisiensi enzim G6PD di Asia tenggara
Number Tested G6PD Deficient %
Taiwan
Mainland Chinese 282 5 1.77
Taiwanese Chinese 343 1 0.29
Hakka Chinese 1535 84 5.47
Hong Kong
Adult Chinese 200 11 5.5
Newborn Chinese 1379 61 4.42
Kwangtung
Adult Chinese 1048 90 8.6
Malaya
Aborigines 607 103 17
Chinese 747 28 3.8
Malays 550 14 2.6
Indonesia 446 5 1.1
Thailand
various Provinces 1577 189 11.98
Filipinos 1205 86 7.1
Dikutip dari Chan, Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase (G6PD) Deficiency: A Review

2.5. Patogenesa dan Patofisiologi Hemolisis pada Defisiensi Enzim G6PD

Sel eritrosit dewasa tidak mengandung inti, organel intrasel seperti mitokondria, lisosom atau aparatus Golgi. ATP merupakan unsur yang penting dalam berbagai proses yang membantu eritrosit mempertahankan bentuk bikonkafnya disamping dalam proses pengaturan transportasi ion dan air yang mengalir ke dalam serta keluar sel. ATP ini dihasilkan dari proses glikolisis. Fungsi sel eritrosit yang spesifik adalah mengangkut oksigen dari paru-paru kejaringan perifer yang dijalankan oleh hemoglobin. Sebagai pengangkut oksigen hemoglobin bertanggung jawab kelenturan sel eritrosit untuk melalui kapiler-kapiler pembuluh darah.24
Hemoglobin terdiri dari porfirin besi yang dinamakan heme dan protein yang disebut globin. Satu molekul hemoglobin terdiri dari 4 subunit protein (globin) yaitu 2 rantai ÃŽ± dan 2 rantai ÃŽ² dan 4 molekul heme.7,24

Setiap molekul heme mengikat zat besi. Setiap pengikatan oksigen oleh hemoglobin melibatkan aktivitas dua komponen: heme {Fe (II)-porfirin} dan suatu rantai polipeptida yang menyelubungi (globin). Hanya hemoglobin dalam kondisi fero [Fe (II)] ini yang dapat mengikat oksigen menjadi oksihemoglobin (Hb-Fe2+ + O2 ïƒ HbFe2+O2 ). Ketika menangkap oksigen terbentuk senyawa antara { Fe2+-O2 ïƒŸïƒ Fe(III)-O2*-} selanjutnya akan melepaskan superoksida (O2*- ) menjadi methemoglobin {Fe(III)-porfirin} yang tidak dapat menangkap oksigen. Pada oksigenasi hemoglobin dapat menghasilkan ion superoksida (O2*-) dan akan berbahaya apabila bersamaan dengan hidrogen peroksida (H2O2) karena akan membentuk radikal hidroksil (*OH). Radikal hidroksil (*OH) adalah senyawa oksigen reaktif (SOR) atau dikenal dengan ROS (reactive oxygen species) yang paling reaktif dan berbahaya. Radikal hidroksil (*OH) dapat merusak tiga jenis senyawa yang penting untuk mempertahankan integritas sel, yaitu: (1). asam lemak, khususnya asam lemak tak jenuh yang merupakan komponen penting fosfolipid penyusun membran sel. (2) DNA, yang merupakan perangkat genetik sel. (3) Protein, yang memegang berbagai peran penting seperti enzim, reseptor, antibodi dan pembentuk matriks serta sitoskleleton. Dapat disimpulkan bahwa pembentukan radikal hidroksil (*OH) diperlukan tiga komponen, yaitu: logam transisi Fe atau Cu, H2O2 dan O2*-. 24

Untuk itu dibutuhkan anti oksidan untuk melindungi sel dari pengaruh radikal, yaitu dengan mencegah keberadaan ion Fe++ dan Cu+ bebas yang dihasilkan reaksi Fenton. Peranan beberapa protein penting antara lain adalah transferin atau feritin untuk Fe++ , sedang untuk Cu adalah seruloplasmin atau albumin.24
Selain proses diatas penimbunan O2*- dapat dicegah melalui aktivitas:
̢ۢ Enzim superoksida dimustase (SOD) yang mengkatalisis O2*-
2O2*- + 2 H+ ïƒ H2O2 + O2
• Katalase (H2O2 + ïƒ 2 H2O + O2)
• Peroksidase (R + H2O2 ïƒ RO + H2O)

Enzim peroksidase yang penting adalah glutation peroksidase (GSHPX)
2 GSH + H2O2 ïƒ GSSG + 2 H2O
Apabila radikal hidroksil (*OH) masih terbentuk, masih ada sarana lain untuk meredam oksidan yaitu melibatkan senyawa-senyawa yang mengandung gugusan sulfhidril seperti glutation dan sistein .
Glutation (GSH): GSH + *OH ïƒ GS* + H2O
2GS* ïƒ GSSG
Sistein (Cys-SH): Cys-SH + + *OH ïƒ Cys-S* + H2O
2.Cys-S* ïƒ Cys-S-S-Cys

Gugusan sulfhidril pada GSH berfungsi sebagai donor elektron, GSH oleh GSHPX akan dioksidasi menjadi bentuk disulfida (GSSG). Ratio GSH/GSSG di dalam sel normal tinggi oleh karena itu perlu mekanisme untuk mereduksi agar GSSG kembali menjadi GSH. GSH didapat kembali dengan cara mereduksi GSSG oleh enzim GSSGR. Aktivitas GSSGR memerlukan elektron dengan bantuan NADPH. NADPH berasal dari jalur heksose monofosfat hasil kerja G6PD.3,4,5,24

Dasar yang tepat tentang destruksi dini pada sel eritrosit dengan defisiensi G6PD belum diketahui dengan tepat. Beberapa obat-obatan dan bahan kimia tertentu atau bahan makanan dan sebab lain yang dapat menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2). H2O2 merupakan salah satu SOR yang menyebabkan hemolisis pada penderita defisiensi G6PD . 3,4,24


Oxyhaemoglobin
O2 ½ O2 +H2O
SOD CAT
Hemoglobin Superoxide (O2*-) H2O2
MR GSH GSHPX
Methaemoglobin GSSGR
NADP+ H2O
PPP
GSSG
NADPH
CAT: Catalase MR: Methaemoglobin reductase
GSHPX : Glutathion peroxidase SOD: Cu-Zn Superoxide dismutase
GSSGR : Gltathione reductase PPP: Pentose phosphate pathway

Gambar 2.5. Pencegahan eritrosit terhadap kerusakan oksidatif
Dikutip dari Murray RK. Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency is frequent in certain areas and an important cause of hemolytic anemia. Dalam : Murray RK, Grannu DK, Mayes PA, Rodwell VW,eds. Harper̢۪s Biochemistry. Edisi ke 25. New York: McGraw-Hill 2000; 763-5.


Dalam keadaan normal H2O2 akan dihilangkan terutama melalui reaksi yang dikatalisis oleh enzim glutation peroksida (GSHPX). Pada defisiensi G6PD, reaksi tersebut berkurang atau bahkan menghilang sehingga terjadi penumpukan H2O2 yang mengakibatkan denaturasi hemoglobin, terjadi pelepasan ion fero (reaksi Fenton) yang dapat berinteraksi dengan H2O2 dan O*- untuk membentuk radikal hidroksil (OH*). OH* dapat merusak tiga jenis senyawa (DNA, protein dan asam lemak) yang penting untuk mempertahankan integritas sel, karena sel eritrosit dewasa tidak mengandung inti sel sehingga OH* tersebut hanya berdampak negatif pada asam lemak terutama pada membran yang kaya mengandung fosfolipid sebagai asam lemak tak jenuh dan proteinnya saja yang dikenal dengan nama peroksidasi lipid (lipid peroxidation), yang menyebabkan terputusnya rantai asam lemak menjadi senyawa yang bersifat toksik terhadap sel. Apabila lemak yang rusak adalah konstituen suatu membran biologi, susunan lapisan ganda lemak yang kohesif dan organisasi struktural akan terganggu, sehingga terjadi peroksidasi membran dan kerusakan tersebut akan memudahkan sel eritrosit mengalami hemolisis selanjutnya protein berpresipitasi di dalam eritrosit, dan membentuk badan Heinz. Badan Heinz ini merusak kelenturan membran dan merapuhkan bentuk membran. Adanya badan Heinz menunjukkan bahwa eritrosit telah mengalami stres oksidatif. Terbentuknya badan Heinz dan adanya lipid peroksidatif dalam membran sel, memudahkan sel eritrosit mengalami hemolisis. 3,4,5,24

Sel eritrosit pada orang yang menderita defisiensi G6PD tidak dapat menghasilkan NADPH yang cukup untuk membentuk kembali GSH dari GSSG. Selanjutnya akan mengganggu kemampuannya untuk meredam H2O2 dan radikal oksigen sehingga berakibat peningkatan senyawa oksidan. Peningkatan oksidan ini dapat menyebabkan oksidasi gugus SH dan kemungkinan pula menimbulkan peroksidasi lipid membran sel eritrosit yang mengakibatkan lisis membran sel eritrosit. Sebagian gugus SH pada hemoglobin akan teroksidasi, dan protein berpresipitasi di dalam sel eritrosit, dan akan membentuk badan Heinz. Adanya badan Heinz menunjukkan bahwa sel ertrosit telah mengalami stres oksidatif .3,4,5,7,24

Mutasi gen Gen G6PD
G6PD Normal

Pemicu Produksi
Aktivitas H2O2 (SOR) Aktivitas
G6PD Misal: Bahan kimia G6PD Normal
Obat-obatan
Makanan (Vicia Faba)

NADPH H2O2 Produk NADPH Normal
Defisiensi Normal


GSH H2O2 H2O2 GSH Normal

GSSG
GSSG
H2O H2O

H2O2 tetap tinggi H2O2 menurun
(Stres oksidatif)
Heinz
Bodies

Kerusakan Hb

Fe++ intrasel

OH*
(reaksi Fenton)

Peroksidasi lipid

Kerusakan membran
Eritrosit


HEMOLISIS HEMOLISIS tak terjadi





Gambar 2.6. Penyebab anemia hemolitik karena defisiensi G6PD
Dikutip dari Murray RK. Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency is frequent in certain areas and an important cause of hemolytic anemia. Dalam : Murray RK, Grannu DK, Mayes PA, Rodwell VW,eds. Harper̢۪s Biochemistry. Edisi ke 25. New York: McGraw-Hill 2000; 763-5

BAB III
MANIFESTASI KLINIS DAN TATA LAKSANA DEFISIENSI ENZIM
GLUKOSA-6-FOSFAT DEHIDROGENASE
3.1. Manifestasi Klinis
3.1.1. Anemia hemolitik
3.1.1.1. Anemia hemolitik akut akibat induksi obat
Sebagian besar manifestasi varian mutan gen G6PD yang mengakibatkan defisiensi enzim G6PD kurang dari 60% dari normal, terjadi setelah paparan obat atau bahan kimia yang memicu terjadi anemia hemolitik akut. Umumnya, setelah satu sampai tiga hari terpapar bahan bahan tersebut, penderita akan mengalami demam, letargi, kadang disertai gejala gastrointestinal. Hemoglobinuria merupakan tanda cardinal terjadinya hemolisis intravascular ditandai dengan terjadinya urine berwarna merah gelap hingga coklat. Kemudian timbul ikterus dan anemia yang disertai takikardia. Pada beberapa kasus berat dapat terjadi syok hipovolemik. Dapat terjadi komplikasi berupa Acute tubular necrosis pada episode hemolitik, terutama bila terdapat penyakit dasar berupa gangguan hepar seperti hepatitis. 2,3,4,9,25,26,27
Kerusakan eritrosit akibat oksidatif yang parah seperti pada defisiensi enzim G6PD ditandai dengan marker berupa eritrosit hemighost. Selain menegakkan diagnosa dengan tepat, persentase sel hemighost dapat menunjukkan jumlah eritrosit yang akan mengalami hemolisis dalam waktu 24-48 jam mendatang. Hal ini juga dapat digunakan sebagai peringatan untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut. Pada pengecatan sel darah tepi dengan methyl violet akan tampak adanya Heinz body. Tidak didapatkan haptoglobin dan sering terjadi methemoglobinemia.2,3,4,5
Komplikasi dapat dicegah dengan mempertahankan Renal Blood Flow atau menggunakan forced alkaline diuresis. Bila penderita mengalami gangguan fungsi ginjal atau produksi urin rendah, penggunaan transfusi tukar untuk menyingkirkan sel eritrosit rusak yang dapat merusak mikrosirkulasi akan memperberat komplikasi pada ginjal. Pada beberapa penderita, komplikasi berupa DIC (disseminated intravascular coagulation) dapat terjadi dan memperparah keadaan. 2,3,4,5

Gambar 3.1. A & C .Sel hemighost ,B.gambaran Heinz Body
Dikutip dari Chan, Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase (G6PD) Deficiency: A Review(2005)

Proses hemolisis yang terjadi merupakan proses self limited pada type varian G6PD A-, namun dapat menjadi lebih parah pada type Mediteranean.
Obat-obat yang dapat menyebabkan anemia hemolisis pada penderita defisiensi enzim G6PD seperti tampak pada Tabel III. Data tersebut terdiri dari dua macam :
1. Controlled Studies dengan mengujicobakan pada sukarelawan penderita defisiensi enzim G6PD ( seperti yang dilakukan Alving dkk pada tahun 1950an) atau dengan menggunakan transfusi darah defisiensi enzim G6PD yang telah di beri label radioaktif (51Cr) yang diberikan kepada individu normal yang kemudian mendapat obat tertentu.
2. Case Reports dimana obat yang digunakan sebagai terapi penyakit tertentu dicurigai merupakan pencetus terjadinya anemia hemolisis. Data ini lebih sulit karena terdapat beberapa macam factor yang bekerja bersama, seperti variasi individu dan variasi metabolisme. 5
Tabel III. Agen yang menyebabkan anemia hemolitik pada penderita defisiensi enzim G6PD
Agen Control Studies Case Reports Agen Control Studies Case Reports

Anti malaria Lain lain
Primaquine ( 30 mg ) ++ ++ Chloramphenicol 0 +
Pamaquine ( 30 mg ) ++ Streptomycin IM 0 +
Pentaquine ( 30 mg ) + Isoniazid 0 +
Quinacrine ( 100 mg) 0 p-aminosalicylic acid 0 +
Quinine ( 2 g ) 0 ++ Neoarsphenamine +
Chloroquine( 300mg) 0 Nalidixic acid +
Pyrimethamine 0 Vitamin K 0 +
Sulfonamides Probenecid 0 +
Sulfanilamide ( 3.6g) + Quinidine +
Sulfacetamide + Dimercaprol (BAL) 0
Sulfapyridine ( 4.0g) + Methotrexate 0 +
Sulfamethozypyridazine + Phenytoin 0 +
Salicylazosulfapyridine + Methylene blue 0
Sulfadiazine 0 + Ascorbic acid 0
Sulfisoxazole (6.0 g) 0 + Naphthalene +
(8.0 g) Trinitrotoluene +
Sulphamethoxazole Fungicide ++
40mg/kg 0 Fava beans 0-->++
90mg/kg 0-->++ L-dopa 0 +
Sulfones Coptis chinensis & +
Sulfoxone 0 japonicum
Thiazolsulfone + Infeksi
Diaminodiphenylsulfone + Infeksi virus sal.napas + +
Nitrofurans Infeksi virus hepatitis +
Nitrofurantoin + ++ Bakterial pnemoni +
Furazolidone + Tifoid +
Furaltodone +
Nitrofurazone IM + Ketosis diabetes +
Antipyretik & analgesik
Acetylsalicilyc acid 0 +
Acetanilide + +
Acetophenetidin 0 +
Aminopyrine 0 +
Antipyrine 0 +
Phenylsemicarbazide
+
Catatan: hampir seluruh studi Case control dari ras kulit hitam. Defisiensi enzim lebih parah pada ras Mediteranean dan China.
0 : tidak ada hemolisis atau hemolisis ringan, tidak terjadi anemia
+ : terjadi hemolisis sedang sampai berat
++ : terjadi hemolisis yang membahayakan sampai hemoglobinuria
( dikutip dari Chan, Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase (G6PD) Deficiency: A Review 2005 )

3.1.1.2. Anemia Hemolisis akut karena infeksi

Infeksi merupakan penyebab paling umum terjadinya hemolisis. Infeksi bakteri dan virus seperti Hepatitis, Salmonella, Escherchia coli, Streptoccus ÃŽ² hemolitikus dan Rickettsia, dapat menyebabkan anemia hemolitik pada penderita defisiensi G6PD dan mekanisme terjadinya hemolisis belum jelas. Salah satu sebab yang dapat menjelaskan hubungan infeksi dengan hemolisis adalah akibat proses fagositosis. Lekosit menghasilkan radikal oksigen aktif selama proses fagositosis yang mengakibatkan kerusakan membran eritrosit. Hemolisis yang terjadi karena dipicu oleh infeksi biasanya ringan.4,5,8,29,30,31
Hemolisis dapat timbul satu sampai dua hari setelah onset terjadinya infeksi dan dapat menimbulkan anemia ringan. Biasanya terjadi pada pasien dengan klinis pnemoni atau demam tifoid. Infeksi virus hepatitis pada pasien defisiensi G6PD dapat memperparah timbulnya ikterus. 30
Jumlah dan produksi retikulosit rendah dan hal ini akan pulih setelah infeksi primer dapat disembuhkan.5,29,30

3.1.1.3. Anemia Hemolisis akut akibat induksi keto asidosis diabetic

Keto asidosis diabetik juga dapat memicu anemia hemolitik pada penderita defisiensi G6PD. Aktivitas G6PD lebih rendah 30% pada pasien diabetes ketosis daripada kelompok control atau bahkan kelompok diabetes tipe 2. Mauvies-Jarvis melaporkan bahwa aktivitas enzim tinggal 40% dari normal terdapat dua kali lebih banyak pada pasien keto diabetes. Mekanisme hemolisis ini diduga diakibatkan oleh perubahan pH, glukosa, dan piruvat dalam darah . Adanya infeksi tersembunyi seringkali menjadi pemicu hemolisis akut dan asidosis diabetik .2,3,4,5,6,7,32

3.1.1.4. Anemia Hemolitik akut karena Favism

Manifestasi klinik defisiensi enzim G6PD lainnya yang dapat menyebabkan anemia hemolitik adalah anemia hemolitik yang disebabkan konsumsi fava bean, Vicia faba. Penderita favisme selalu defisiensi enzim G6PD namun tidak semua penderita defisiensi G6PD bisa menderita favisme. Diduga terdapat faktor genetik lainnya yang berhubungan dengan metabolisme bahan aktif dari fava bean.2,3,4,5,6
Favisme merupakan salah satu efek hematologi yang paling berat pada penderita defisiensi G6PD. Manifestasi klinis yang timbul dapat lebih hebat dibandingkan anemia hemolisis yang disebabkan oleh obat. . Hemolisis dapat timbul beberapa jam hingga beberapa hari setelah konsumsi kacang. 2,3,4,5,6
Favisme banyak didapatkan pada anak dibanding pada dewasa. Terutama pada varian mutan gen defisiensi G6PD tipe Mediteranean, varian mutan gen G6PD lainnya yang dapat mengalami favisme adalah tipe G6PD A-. Gejala yang timbul pada anak berupa gelisah hingga letargi beberapa jam setelah terpapar fava bean. Dalam waktu 24 – 48 jam dapat timbul demam disertai mual muntah, nyeri abdomen dan diare. Urine berwarna merah hingga coklat gelap yang dapat berlangsung selama beberapa haril. Ikterus timbul bersama terjadinya urine yang gelap. Anak tampak pucat, terdapat takikardia. Pada beberapa kasus, dapat terjadi syok hipovolemi dengan segera yang dapat berakibat fatal hingga terjadi gagal jantung. Biasanya terdapat pembesaran hepar dan limpa yang ringan. 2,3,4,5
Adanya kasus maternal favisme pada ibu hamil dilaporkan menyebabkan hemolisis pada bayi penderita defisiensi G6PD yang disusui, bahkan dapat terjadi hydrops fetalis. 2,3,4
Mekanisme terjadinya anemia hemolitik pada favisme belum sepenuhnya dipahami. Diduga kandungan vicine dan convicine dalam fava bean, suatu ÃŽ²-glukosidase yang terikat pada komponen aglycones yaitu vicine dan urasil yang menyebabkan suatu formasi radikal bebas semiquinoid. Reaksi yang terjadi sangat kompleks dan bervariasi luas dan sulit diprediksikan.33

3.1.1.5. Anemia hemolitik nonsferositik kongenital (Congenital Nonspherocytic
Hemolytic Anemia)

Anemia hemolitik nonsferositik congenital pada defisiensi G6PD bersifat sporadic tanpa predileksi etnis tertentu. Seluruh kasus yang dilaporkan adalah jenis kelamin laki laki. Manifestasi awal berupa ikterus neonatal. Manifestasi klinisnya bervariai luas dari hemolisis yang terkompensasi dan memberikan gambaran normal konsentrasi hemoglobin sampai terjadinya transfusi darah dependen.2,3,4,9
Biasanya terjadi pembesaran limpa yang dapat menyebabkan hipersplenisme yang membutuhkan splenektomi. Jarang terjadi hemoglobinuria karena hemolisis yang terjadi berupa extravaskuler.
Defisiensi G6PD yang tergolong klas I dengan aktivitas G6PD kurang dari 10%, disertai hemolisis sepanjang hidupnya walaupun tanpa terpapar bahan oksidan atau infeksi pada umumnya.Gejala hemolisisnya sukar dibedakan dengan sindroma hemolitik nonsferositik kongenital yang disebabkan defisiensi enzim glikolisis 2,3,4,9.
Mutasi DNA hampir sebagian besar varian G6PD kelas I terjadi pada tempat pengikat G6P atau NADP . Selain karena defisiensi G6PD,anemia hemolitik non spherotik dapat timbul karena defisiensi enzim eritrosit lainnya.2,3,4,9




3.1.2. Hiperbilirubinemia neonatorum

Anemia dan ikterus seringkali mulai tampak pada masa neonatus. Hiperbilirubinemia seringkali memerlukan transfusi tukar. Setelah melewati masa bayi, gejalanya menjadi ringan dan tidak konstan, penderita mungkin pucat, kadang sklera nampak ikterus dan kadang limpa membesar.
Beberapa varian G6PD yang menyebabkan hemolisis akut pada masa neonatus sering menimbulkan hiperbilirubinemia. Neonatus dengan hiperbilirubinemia sering terjadi pada varian G6PD Mediterranean (kelas II), jarang ditemukan pada varian G6PD kelas I.
Ikterus pada neonatus timbul lebih kurang 48 jam setelah lahir, sebagian dari kasus-kasus tersebut mungkin mencapai kadar bilirubin 30-45 mg/dl .
Hiperbilirubinemia neonatorum yang tidak mendapat pengobatan dapat menjadi kern icterus dengan gangguan neurologi yang berat bahkan dapat menyebabkan kematian.2,3,4,5,9,24,25,34,35
Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatus dengan defisiensi G6PD masih belum jelas mekanismenya, diduga bahwa peningkatan bilirubinemia sebagai akibat peningkatan pecahnya sel eritrosit karena paparan bahan oksidan. Namun seringkali tidak ditemukan adanya oksidan eksternal yang nyata sebagai penyebab kerusakan eritrosit karena itu diduga kemungkinan oleh faktor penyebab lain yaitu gangguan clearence bilirubin oleh hati, neonatus dengan defisiensi G6PD Mediterranean juga menunjukkan defek pada konyugasi glukoronat bilirubin.25,26,34
Beberapa penulis membuktikan bahwa pembentukan glukoronat dalam hati berkurang pada bayi yang menderita defisiensi G6PD dibanding dengan bayi normal. Gilman (1974) membuktikan bahwa ikterus neonatorum pada defisiensi G6PD dapat disebabkan oleh karena fungsi hati yang terganggu, maupun hemolisis akibat infeksi, atau terpapar bahan oksidan sebagai pencetusnya.28
Peningkatan insiden hiperbilirubinemia neonatorum juga ditemukan di Asia Tenggara dan Cina, pada umumnya berhubungan dengan varian G6PD Canton. Di Singapore pada tahun 1964 ditemukan 43% dari bayi yang mengalami kern icterus merupakan defisien enzim G6PD dan 25% disebabkan oleh imaturitas hepar. Di Indonesia 2.66% dari 3200 bayi yang baru lahir mengalami ikterus tanpa adanya faktor-faktor infeksi, hipoksia dan ternyata disebabkan oleh defisiensi G6PD .2,3,4,5,9,20,28,34


3.1.3. Manifestasi non hematologi

Beberapa kasus defisiensi G6PD dilaporkan dapat memberikan manifestasi non hematologi. Dilaporkan bahwa defisiensi G6PD dapat mengakibatkan juvenile cataract pada lensa mata. Bahkan bilateral cataract ditemukan pada anak dengan defisiensi G6PD. Pada penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa aktivitas enzim G6PD hanya sebesar 40% dibanding individu normal. 36,37
Defisiensi G6PD juga dapat menyebabkan kejang otot, kelelahan pada otot, gangguan kehamilan, katarak dan infeksi yang berulang. Dilaporkan pula bahwa defisiensi aktivitas G6PD pada lekosit dan netrofil dapat menyebabkan defek pada sistem imun yang menyebabkan infeksi berulang dan terbentuknya granuloma pada beberapa kasus. Defisiensi G6PD menunjukkan heterogenitas genetik yang cukup kompleks dan bervariasi dari satu populasi ke populasi lain. Varian mutasi gen G6PD yang berbeda dapat menentukan ringan beratnya gejala klinik serta berbagai akibat lain yang cukup serius dan dapat mengancam kehidupan.36,37,38,39,40

3.2. Tata Laksana

Defisiensi enzim G6PD yang dapat menyebabkan anemia hemolitik, ikterus maupun manifestasi non hemolitik merupakan kelainan genetik yang diwariskan secara X-linked resesif. Karena itu, kelainan ini tidak dapat disembuhkan. Tata laksana utama kelainan enzim G6PD berupa upaya pencegahan. 41
Upaya pencegahan hanya dapat dilakukan bila telah diketahui masalah yang harus dihadapi. Untuk itu merupakan hal penting untuk mendapatkan karakteristik gen G6PD dan pola variasi gen G6PD sehingga membantu untuk diagnosis dini dan mempelajari sejauh mana permasalahan defisiensi G6PD ini sebagai etiologi penyebab anemia hemolitik atau gejala klinis yang lain. 41
Upaya pencegahan dapat dibagi menjadi pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.41

3.2.1. Upaya pencegahan primer

Upaya pencegahan primer termasuk skrining untuk mengetahui frekuensi (angka kejadian) kelainan enzim G6PD di masyarakat yang membantu diagnosis dini karena sebagian besar defisiensi G6PD tidak menunjukkan gejala klinis, sehingga pemahaman mengenai akibat yang mungkin timbul pada penderita defisiensi G6PD yang terpapar bahan oksidan masih belum sepenuhnya dipahami serta disadari yang dapat mengakibatkan diagnosis dini terlewatkan.
Masih termasuk pencegahan primer yaitu dengan memberikan informasi dan pendidikan kepada masyarakat mengenai kelainan enzim G6PD, termasuk berupa konseling genetik pada pasangan resiko tinggi. 41
Di Sardinia, skrining neonatal dikombinasikan pendidikan kesehatan tentang G6PD telah berhasil menurunkan angka kejadian favisme pada anak dengan defisiensi enzim G6PD. 6
Di Thailand dan di Malaysia telah dilakukan skrining defisien enzim G6PD terhadap setiap bayi yang baru lahir menggunakan metode dengan darah umbilikal dan terbukti cukup efektif. 6
Diagnosa dibuat berdasarkan satu dari beberapa tes yang dirancang untuk mengetahui aktivitas G6PD eritrosit. Beberapa uji saring yang relatif sederhana dan memuaskan telah dikembangkan untuk menentukan defisiensi G6PD secara kualitatif antara lain: Fluorescent Spot test, Methemoglobin Reduction Test, Formazan ring test, Ascorbate-cyanide screening test, Methemoglobin elution tets . Hampir semua uji saring tersebut dapat mengidentifikasi penderita defisiensi G6PD hemizigot (pria) dengan tepat, sayangnya tidak sensitif untuk diagnosis penderita defisiensi G6PD yang heterozigot (wanita) , kecuali penggunaan Formazan ring test .42,43,44
Metoda Formazan ring test selain bisa mendeteksi defisiensi G6PD yang heterozigot, biaya relatif murah, mudah penggunaannya hanya memerlukan inkubator dan dapat digunakan sampel dalam jumlah besar .43,44

3.2.2. Upaya pencegahan sekunder

Upaya pencegahan sekunder berupa pencegahan terpaparnya penderita defisiensi enzim G6PD dengan bahan bahan oksidan yang dapat menimbulkan manifestasi klinis yang merugikan seperti yang terdapat pada tabel III sehingga dapat tercapai sumber daya manusia yang optimal.
Sekali diagnosa defisien enzim G6PD ditegakkan, orang tua harus dianjurkan untuk menghindari bahan bahan oksidan termasuk obat obat tertentu, juga harus dijelaskan mengenai resiko terjadinya hemolisis pada infeksi berulang. Selain itu juga perlu dilakukan skrining G6PD pada saudara kandung dan anggota keluarga yang lainnya.39

3.2.3. Upaya pencegahan tersier

Upaya pencegahan tersier berupa pencegahan terjadinya komplikasi akibat paparan bahan oksidan maupun infeksi yang menimbulkan gejala klinik yang merugikan, seperti mencegah terjadinya kern ikterus pada hiperbilirubinemi neonatus yang dapat menyebabkan retardasi mental, mencegah kerusakan ginjal maupun syok akibat hemolisis akut masif maupun mencegah terjadinya juvenile katarak pada penderita defisiensi enzim G6PD.2,3,4,6,41

3.2.3.1. Tata laksana hemolisis akut
Langkah pertama yang harus dilakukan bila terjadi hemolisis akut adalah dengan menyingkir bahan oksidan penyebab hemolisis dengan segera. Menurut Beutler, pada beberapa varian kelas 3, masih dimungkinkan pemberian obat yang dibutuhkan dengan pengawasan ketat. Tidak semua penderita defisien enzim G6PD yang mengalami hemolisis akut diberikan transfusi darah. Belum ada protokol tetap yang disepakati mengenai pemberian transfusi darah pada penderita defisien enzim G6PD yang mengalami hemolisis akut. Beutler dan Luzzatto hanya memberikan petunjuk bahwa transfusi darah diberikan bila kadar Hb dibawah 7g/dl dan terdapat kejadian hemolisis yang berlanjut dan ditandai dengan pesisten hemoglobinuria.
Pemberian hipertransfusi diatas Hb 7g/dl tidak dianjurkan karena tidak didapatkan keuntungan eritropoesis yang efektif.2,3,4,5
Beberapa penulis menyebutkan bahwa pemberian desferrioxamine dapat mengontrol terjadinya hemolisis akut pada favisme, namun hal ini masih diragukan. Disebutkan bahwa penderita favisme yang mendapat 500 mg desferrioxamine dosis sekali disertai transfusi darah merah mengalami durasi waktu terjadinya hemoglobinuria yang lebih pendek dan peningkatan kadar hemoglobin yang lebih cepat. Namun pemberian desferrioxamine dianjurkan untuk mencegah hemosiderosis pada pasien yang menerima transfusi multipel.
Terjadinya overload preparat besi dapat terjadi pada penderita tergantung transfusi atau pemberian suplemen besi yang berlebihan. Perlu diwaspadai terjadinya hemochromatosis herediter.2,3,4,5
Beberapa penulis juga menganjurkan pemakaian xylitol untuk mengatasi krisis hemolisis dengan meningkatkan produksi NADPH melalui jalur alternatif. 45 Namun sebuah studi klinis penggunaan 10 g xylitol perhari dibandingkan 20 g xylitol perhari pada penderita defisiensi enzim G6PD yang mendapatkan primaquin menunjukkan tidak terdapat proteksi terhadap terjadinya hemolisis.46
Penggunaan vitamin E dengan efek antioksidan mungkin dapat mencegah terjadinya anemia hemolisis kronik. Beberapa studi menunjukkan manfaatnya47 namun juga terdapat studi yang meragukan manfaatnya.48

3.2.3.2. Tata laksana hiperbilirubinemia neonatorum
Kern ikterus merupakan manifestasi defisiensi enzim G6PD yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan retardasi mental dan kematian. Kern ikterus dilaporkan terjadi lebih banyak pada populasi dengan varian G6PD kelas 2 lebih banyak daripada varian kelas lainnya. Tata laksana yang digunakan berupa fototerapi, pemberian fenobarbital untuk mempercepat clearance bilirubin dan bahkan perlu dilakukan transfusi tukar. Transfusi tukar dilakukan bila kadar serum bilirubin diatas 20mg/dl.2,3,4,5,8,9,34,35
Sebuah penelitian terbaru dilaporkan oleh Kappas,2001 tentang penggunaan Sn-mesoporphyrin dosis sekali intra muskular, suatu inhibitor aktifitas heme-oxigenase poten, pada bayi defisien G6PD yang mengalami ikterus dapat mengurangi penggunaan terapi foto sampai dengan setengah pada bayi bayi penderita defisiensi G6PD yang baru lahir di Yunani.49


3.2.3.3. Splenektomi
Sel eritrosit yang defisien enzim G6PD tidak dihancurkan secara selektif di limpa. Terjadinya pembesaran limpa membuktikan bahwa limpa turut berperan dalam proses hemolisis. Splenektomi diindikasikan untuk keadaan :
1. Pembesaran limpa menimbulkan ketidaknyamanan
2. Pembesaran limpa yang terlalu masif
3. Terjadi anemia berat
Splenektomi terbukti dapat mengurangi hemolisis sehingga dapat merubah penderita tergantung transfusi menjadi tidak lagi tergantung dengan transfusi.2,3,4,5

3.2.3.4. Imunisasi
Beberapa jenis imunisasi yangdianjurkan bagi penderita defisien enzim G6PD adalah imunisasi hepatitis A dan B. Imunisasi terhadap parvovirus B19 dianjurkan karena infeksi virus ini dapat menyebabkan krisis aplastik pada penderita defisien enzim G6PD. Imunisasi terhadap pnemococcus, meningococcus dan hemophilus dalam vaksin polivalen juga direkomendasikan terutama bagi penderita yang akan menjalani operasi splenektomi. 2,3,4,5,6

BAB IV
RINGKASAN
1. G6PD merupakan satu-satunya enzim yang menyediakan NADPH yang dibutuhkan sebagai kofaktor untuk meredam senyawa oksidan (ROS) didalam sel eritrosit. Kekurangan enzim ini diturunkan secara X-linked resesif dapat menyebabkan hemolisis pada eritrosit dan manifestasi klinis lainnya terkait berkurangnya perlindungan sel terhadap senyawa oksidan.
2. Prevalensi penderita defisiensi G6PD cukup tinggi di dunia, Asia Tenggara maupun di Indonesia. Terutama di daerah endemis malaria, kelainan ini dapat memberikan keuntungan selektif bagi individu penderita untuk survive terhadap malaria.
3. Berdasarkan penelitian dan analisis molekuler selama lebih dari 40 tahun sejak defisiensi enzim G6PD diidentifikasikan, jenis varian G6PD didapatkan 442 varian dan diduga 400 juta penduduk dunia menderita kelainan ini. Berbagai jenis mutasi (varian) gen G6PD dapat mengakibatkan penurunan aktivitas G6PD. Mutasi pada exon 6 dan exon 10 dapat menyebabkan gejala klinis (anemia hemolitik) yang berat. Gejala klinis pada umumnya asimptomatik, namun bila terpapar bahan oksidan, infeksi atau makan fava beans mempunyai potensi terjadinya anemia hemolitik, ikterus neonatorum (neonatal jaundice) yang sering mengakibatkan kerusakan syaraf permanen dan dapat menyebabkan kematian. Selain itu dapat juga menimbulkan katarak, kelelahan otot dan infeksi berulang.
4. Tata laksana hanya dititikberatkan pada upaya pencegahan, sebagaimana penyakit herediter lainnya. Upaya pencegahan terbagi menjadi pencegahan primer, pencegahan sekunder maupun pencegahan tersier.
Rumusan masalah
Adakah pengaruh enzim katalase sebagai biokatalisator

Tujuan
-menyelidiki peranan enzim katalase
-menyelidiki faktoe-faktor yang mempengaruhi kerja enzim
-menegtahui serta memahami reaksi reaksi kimia yang terjadi pada pengujian enzim katalase

Hipotesis
Enzim katalase berpengaruh terhadap penguraian racun H2O2

Variabel
1. variable manipulasi: HCl, KOH, suhu
2. variable kontrol: ekstrak hati, ekstrak daun pepaya, larutan 2ml H2O2
3. variable respon banyaknya gelombang gas timbulnya bara api.
Alat dan bahan
Alat :
- Rak tabung reaksi
- 8 buah tabung reaksi
- 2 buah pipet ukur
- 2 buah tabung ukur
- 5 buah gelas kimia
- 1 pasang sarung tangan
- 1 set penumbuk
- Krek api
- 1 buah pyrex
- 1 buah kaki tiga
- 1 buah kassa
- 1 buah lampu spirtus
- Penjepit tabung
- Tissue
- Jas lab









Bahan :
- Hati ayam (secukupnya)
- Daun papaya (secukupnya)
- 5 ml larutan H2O2
- 5 ml larutan HCl
- 5 ml larutan KOH
- Aquades secukupnyA



A B C D E F
































Cara Kerja

I. Menyiapkan bahan

a. Ekstrak Hati Ayam
1. Haluskan (blender) hati ayam yang masih segar
2. Tuangkan ke dalam 4 tabung ukur masing-masing sebanyak 2 ml
3. Simpan di rak tabung reaksi
b. Ekstrak Daun Pepaya
1. Masukkan daun papaya ke dalam tumbukan
2. Tumbuk hingga halus menggunakan ulekan
3. Setelah halus masukkan ke dalam tabung reaksi
4. Simpan di rak tabung reaksi
c. Larutan
1. Masukkan larutan KOH sebanyak 5 ml ke dalam gelas kimia
2. Masukkan larutan H202 sebanyak 5 ml ke dalam gelas kimia
3. Masukkan larutan HCl sebanyak 5 ml ke dalam gelas kimia
4. Masukkan air sebanyak 5 ml ke dalam gelas kimia

II. Eksperimen
Pastikan alat dan bahan sudah tersedia

a. Tabung A
1. Siapkan 2 ml ekstrak hati
2. Masukkan 2 ml larutan H2O2 ke dalam tabung reaksi tersebut
3. Segera tutup tabung reaksi menggunakan ibu jari (pastikan tabung benar-benar tertutup rapat)
4. Sementara anggota lain membakar lidi, sehingga muncul bara api
5. Sesudah bara api siap, buka perlahan-lahan tabung reaksi dan letakkan bara api di atas tabung reaksi
6. Amati pembentukan gelembung pada tabung dan keadaan bara api
7. Catat dan potret perubahan yang terjadi
b. Tabung B
1. Masukkan 10 tetes HCl pekat ke dalam 2 ml larutan ekstrak hati
2. Ulangi langkah no. 2 s.d. 7 pada Tabung A
c. Tabung C
1. Masukkan 10 tetes KOH 20% ke dalam 2 ml ekstrak hati
2. Ulangi langkah no. 2 s.d. 7 pada Tabung A
3.
d. Tabung D
1. Panaskan 2 ml ekstrak hati
2. Ulangi langkah no. 2 s.d. 7 pada Tabung A
e. Tabung E
1. Siapkan 2 ml ekstrak daun papaya
2. Ulangi langkah no. 2 s.d. 7 pada Tabung A




Hasil Pengamatan

No. Perlakuan Gelembung *) Bara Api
1. Ekstrak hati + H2O2 + + + + + Menyala sekali
2. Ekstrak hati + HCl + H2O2 + Sedikit menyala
3. Ekstrak hati + KOH + H2O2 + + + Menyala
4. Ekstrak hati panas + H2O2 + + Menyala sedang
5. Ekstrak daun papaya + H2O2 + + + + Menyala sekali

*) Ket :
- bila tidak ada +++ bila banyak
+ bila sedikit ++++ bila banyak sekali
++ bila sedang




































Pertanyaan

1. Dari kegiatan yang kamu lakukan, tentukan:
a. variable manipulasi: HCl, KOH, suhu
b. variable kontrol: ekstrak hati, ekstrak daun pepaya, larutan 2ml H2O2
c. variable respon banyaknya gelombang gas timbulnya bara api.


2. Pada perlakuan manakah pembentukan gelembung gas paling banyak? Mengapa demikian?
Pada ekstact hati dan H2O2, karena di dalam hati mengandung enzim katalase yang berguna untukmenetralkan racun dimana hanya dapat bekerja optimal pada ph netral. kita dapat bekerja optimal pada pH netral
Sedangkan pada campuran hati dengan KOH dan HCl tidak akn menghasilkan gelembung yang terlalu banyak, karena pH larutan menjadi basa dan asam.


3. Gas apakah yang terbentuk dari reaksi ters ebut? Jelaskan berdasarkn hasil percobaan !
Gas O2 oksigen karena apabila hati di tambah H2O2 lalu di buka,makaakan timbul gelembung gas O2.di mana apabila di tempatkan bara di atas tabung tadi sehingga bara tersebut menyala yang membuktikan bahwa reaksi pembakaran tadi menghasilkan O2



4. Apakah peranan enzim katalase?
Enzim katalase berperan dalam menguraikan racun dari H2O2 menjadi H2O dan O2


5. Faktor apakah yang mempengaruhi kerja enzim katalase? Jelaskan berdasarkan hasil percobaan !
- Suhu: dimana enzim katalase tidak akan bekerja secara optimal pada suhu tinggi.karena kita ketahui bahwa enzim katalase akan bekerja pada suhu netral.
- Begitu pula faktor pH. Enzim katalase akan bekerja optimal pada pH netral.


6 . Di dalam sel yang hidup dihasilkan peroksid (H2O2), dari peristiwa apakah dihasilkannya zat tersebutdan apakah yang akan terjadi biladi dalam sel tidak ada enzim katalase?
Peroksid dihasilkan pada proses ekskresi, apaila tidak ada enzim katalase maka racun di dalam tubuh tidak akan terurai yang mengakibatkan racun akan tertimbun di dalam tubuh dan akan menyebabkan berbagai macam penyakit.


7. Berikan contoh enzim lain yang terlibat dalam proses metabolisme berikut peranannya !
Contoh enzim yang lain adalah enzim enzim pencernaan, misalnya amilase.
Amilase dengan memecah amilum menjadi maltosa. Amilase dihasilkan oleh kelenjar saliva (ludah) dan dikeluarkan ke rongga mulut untuk melakukan fungsinya


8. Jelaskan komponen yang menyusun enzim !
Enzim merupakan protein yang tersusun atas asam-asam amino. Kebanyakan enzim berukuran lebih besar dari substratnya. Akan tetapi, hanya daerah tertentu dari molekul enzim tersebut yang berikatan dengan substart, yaitu di bagian yang disebut sisi aktif (active site).
Beberapa enzim memerlukan komponen nonprotein yang disebut gugus prostetik agar dapat bekerja dalam suatu reaksi. Enzim yang lengkap tersebut disebut holoezim.
Secara kimia, enzim yang langkap (holoenzim) tersusun atas dua bagian, yaitu bagian protein dan bagian bukan protein
a. bagian protein disebut apoenzim, tersusun atas asam asam amino. Bagian protein bersifat labil (mudah berubah), misalnya terpengaruh oleh suhu dan keasaman.
b. Bagian yang bukan protein disebut gugus prostetik, yaitu gugusan yang aktif. Gugus prostetik yang berasal dari molekul anorganik disebut kofaktor, misalnya besi, tembaga, zink. Gugus prostetik yang terdiri dari senyawa organic kompleks disebut koenzim, misalnya NADH, FADH, koenzim A, tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), asam pantotenat (vitamin B5), niasin (asam nikotinat), piridoksin (vitamin B6), biotin, asam folat dan kobalamin (vitamin B12)


9. Bagaimana sifat enzim ?
a. biokatalisator
di dalam sel juga terdapat katalisator, salah satunya adalah enzim. Enzim hanya dihasilkan oleh sel sel mahluk hidup sehingga disebut sebagai biokatalisator.
b. protein
enzim adalah suatu protein. Dengan demikian, sifat sifat enzim sama dengan protein, yang dapat rusak pada suhu tinggi dan terpengaruh oleh pH.
c. bekerja secara khusus
enzim bekerja secara khusus, artinya enzim tertentu hanya dapat mempengaruhi reaksi tertentu, tidak dapat mempengaruhi reksi lainnya. Zat yang terpengaruh oleh enzim disebut substrat. Substrat adalah zat yang bereaksi. Oleh karena macam zat yang bereaksi d dalam sel sangat banyak, maka macam enzim pun banyak
d. dapat digunakan berulang kali
enzim dapat digunakan berulang kali karena enzim tidak berubah pada saat terjadi reaksi. Satu molekul enzim dapat bekerja berkali kali, selama enzim itu sendiri tidak rusak. Jika molekul enzim rusak, enzim tersebut harus diganti. Oleh karena itu, enzim pun hanya diperlukan dalam jumlah sedikit.
e. rusak oleh panas
enzim rusak oleh panas karena enzim adalah suatu protein. Rusaknya enzim oleh panas disebut denaturasi. Kebanyakan enzim rusak pada suhu 50C. Jika telah rusak, enzim tidak dapat berfungsi lagi walaupun pada suhu normal
f. tidak ikut bereaksi
enzim hanya diperlukan sebagai pemercepat reaksi, namu molekul enzim itu sendiri tidak ikut bereaksi.
g. bekerja dapat balik
umumnya, enzim bekerja secara dapat balik. Artinya, suatu enzim dapat bekerja menguraikan suatu senyawa menjadi senyawa senyawa lain, dan sebaliknya dapat pula bekerja menyusun senyawa senyawa itu menjdi senyawa semula

10. Bagaimanakah cara kerja enzim?
Ada dua teori mengenai cara kerja enzim, yaitu teori lock and key (gombok-anak kunci) dan induced fit (kecocokan terinduksi).
h. Teori gembok-anak kunci
sisi aktif enzim mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis substrat saja. Entuk substrat sesuai dengan sisi aktif, seperti gembok cocok dengan anak kuncinya. Hal itu menyebabkan enzim bekerja secara spesifik. Substrat yang mempunyai bentuk ruang yang sesuai dengan sisi aktif enzim akan berikatan dan membentuk kompleks transisi enzim-substrat. Senyawa transisi ini tidak stabil sehingga pembentukan produk berlangsung dengan sendirinya. Jika enzim mengalami denaturasi (rusak) karena panas, bentuk sisi aktif berubah sehingga substrat tidak sesuai lagi. Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang sama.

i. Teori induced fit
Reaksi antara substrat denan enzim berlangsung karena adanya induksi molekul substrat terhadap molekul enzim. Menurut teori ini, sisi aktif enzim bersifat fleksibel dalam menyesuaikan struktur sesuai dengan struktur substrat. Ketika substrat akan terinduksi dan kemudian mengubah bentuknya sedikit sehingga mengakibatkan perubahan sisi aktif yang semula tidak cocok menjadi cocok (fit). Kemidian terjadi pengikatan substrat oleh enzim, yang selanjutnya substrat diubah menjadi produk. Produk kemudian dilepaskan dan enzim kembali pada keadaan semula, siap untuk mengikat substrat baru.




Kesimpulan
Dari percobaan yang telah kami lakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa enzim katalase berperan dalam penguraian racun dari H2O2 menjadi H2O2 dan O2 , dimana kerjanya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
a. suhu
dimana enzim katalase tidak akan bekerja optimal pada suhu tinggi.
b. pH
dimana enzim katalase akan bekerja optimal pada pH netral.
Hal itu dapat dibuktikan dengan banyaknya gelembung dan nyala bara api.
Dimana semakin banyak gelembung gas dan semakin terang nyala bara api berarti kerja enzim katalase akan semakin cepat dan begitu pula sebaliknya karena salah satu kerja enzim yaitu sebagai katalisator/pemercepat reaksi


Daftar pustaka

Yani, Riana, dkk.2008.SMS Biologi 3A SMA kelas XII.Bandung:Rosda
Syamsuri,Istamar.2004.Biologi untuk SMA kelas XII.Malang:Erlangga
Aryulina,Dyah.2007.Biologi III.Jakarta:Esis
















Dalam percobaan kta telah melakukan pengujian terhadap enzim katalase.Tapi tahukah kamu apa yang dimaksud dengan enzim itu??????
Untuk mengetahui lebih jelasnya all about enzim.mari kita simak penjelasan dibawah ini
Pengertian
Enzim merupakan protein yang bertindak sebagai katalis di dalam tubuh makhluk hidup.Karena berperan sebagai katalis maka enzim dinamakan juga biokatalisator.
Enzim dapat bertindak sebagai katalis,yakni dapat mempercepat suatu reaksi kimia tanpa merubah reaksi kimia tersebut.
Komponen enzim
Secara kimia enzim yang lengkap atau haloenzim tersusun dari dua komponen:
a.komponen protein (apoenzim)
yakni enzim yang tersusun atas protein.Sifatnya labil (mudah berubah),tidak tahan akan panas dan mudah terpengaruh oleh suhu dan tingkat keasaman.
Misal : NAD+
b.bagian nonprotein (gugus prostetik)
1. gugus prostetik yang berasal dari molekul nonorganik disebut kofaktor.
Contoh : besi,tembaga,seng.
2. gugus prostetik,yaitu gugus yang berasal dari molekul organik kompleks
yang disebut dengan koenzim.misal:NADH,FADH,koenzim A dan VitB.

Cara Kerja Enzim
Seperti yang telah kita ketahui bahwa molekul selalu bergerak dan saling bertumbukan satu sama lainnya.Jika ada molekul substrat menumbuk molekul enzim yang tepat makaakan menempel pada enzim.Tempat menempelnya molekul substrat tersebut disebut dengan sisi aktif.Kemudian terjadi reaksi dan terbentuk molekul produk.Secara sederhana kerja enzim dapat digambarkan sbb:





Setelah enzim dihasilkan dari reaksi,enzim kemudian dilepaskan.Enzim bebas membentuk kompleks yang baru dengan substrat yang lain.


PEROKSISOM

Merupakan organel kecil yang terdapat pada sitoplasma dengan diameter 0,5 m dan mempunyai membran. Mengadung enzim oksidase yang akan bereaksi dengan hidrogen membentuk hidrogen peroksidase
(H202), juga mengandung enzim katalase yang akan mengubah H202 menjadi air dan oksigen. Mekanisme oksidase-katalase-H202 sangat penting untuk mensintesis asam lemak menjadi acetyl -coenzym A yang selanjutnya masuk dalam siklus Krebs untuk pembentukan energi. Organel peroksisom ini juga banyak terdapat dalam hati dan ginjal yang berperan pada proses glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari lemak/protein).

0 komentar:

Posting Komentar

di add ya

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

 
WELCOME TO BAMA ANDROID And SOFTWARE