PENGARUH UMUR DAN ALTITUDE TERHADAP PRODUKSI PUCUK TANAMAN TEH ‘GAMBUNG 7’ DI AREA PERKEBUNAN TEH
PT PAGILARAN BATANG
Rancangan Skripsi
Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh :
RUSTAMAJI
NPM. 06320189
IKIP PGRI SEMARANG
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
SEMARANG JUNI 2010
LEMBAR PENGESAHAN
Kami selaku pembimbing I dan pembimbing II dari mahasiswa IKIP PGRI Semarang :
Nama : Rustamaji
NPM : 06320189
Jurusan : Pendidikan Biologi
Judul Skripsi : Pengaruh Umur dan Altitude terhadap Produksi Pucuk Tanaman Teh ‘Gambung 7’ di Area Perkebunan Teh PT Pagilaran
Dengan ini menyatakan bahwa rancangan skripsi yang dibuat oleh mahasiswa tersebut diatas sudah selesai dan siap untuk dilaksanakan.
Semarang, Juni 2010
Pembimbing I Pembimbing II
Ary Susatyo Nugroho, S.Si, M.Si Drs. Harsoyo Purnomo, M.S.
NIP.196908261994031003 NIP.195011151981111001
LATAR BELAKANG
A. Alasan Pemilihan Masalah
Khasiat yang terkandung dalam daun teh telah di ketahui sejak berabad-abad yang lalu. Itulah sebabnya sejak dahulu hingga saat ini, teh dikenal sebagai salah satu jenis minuman nonalkohol yang disukai oleh seluruh lapisan masyarakat. Teh sebagai bahan minuman, dibuat dari pucuk muda yang telah mengalami proses pengolahan tertentu. Manfaat yang dihasilkan dari minuman teh adalah memberikan rasa segar, dapat memulihkan kesehatan badan, dan terbukti tidak menimbulkan dampak negatif. Khasiat yang dimiliki oleh minuman teh berasal dari kandungan bahan kimia yang terdapat dalam daun teh
Teh merupakan komoditi perkebunan yang cukup mempunyai arti penting bagi Indonesia karena dapat menghasilkan devisa bagi negara, dapat berfungsi sosial berupa kesempatan kerja bagi warga negara, serta dapat memelihara sumber daya alam yang berupa tanah, air, dan lingkungan
Umur tanaman teh menurut produksinya dibagi atas tanaman teh pra produktif, tanaman teh produktif, dan tanaman teh pasca produktif. Tanaman teh produktif adalah tanaman teh dimana teh belum bisa menghasilkan pucuk teh untuk diproduksi dan umurnya berkisar antara 0─5 tahun, sedangkan tanaman teh produktif adalah tanaman teh pada masa produksi pucuk tehnya paling maksimal dan umurnya berkisar antara 5─30 tahun, dan tanaman teh pasca produksi adalah tanaman teh yang masih dapat memproduksi pucuk teh tapi hasil produksinya tidak maksimal dan hanya menghasilkan sedikit pucuk teh dan umurnya >30 tahun.
Altitude (elevasi) sangat mempengaruhi pertumbuhan pucuk tanaman teh. Altitude (elevasi) dapat mempengaruhi laju pertumbuhan pucuk daun tanaman teh karena altitude (elevasi) dapat mempengaruhi suhu, sedangkan suhu dapat mempengaruhi banyak proses fisiologis tanaman. Suhu udara merupakan faktor penting dalam menentukan tempat dan waktu penanaman yang cocok.
Kebun inti Pagilaran merupakan pabrik pengolahan teh milik PT Pagilaran yang mengelola perkebunan teh dan memproduksi teh hitam. Untuk meningkatkan mutu produksi, PT Pagilaran telah mengembangkan varietas unggulan, salah satunya yaitu kultivar Gambung 7 yang berasal dari PPTK Gambung.
Berdasarkan pentingnya peranan altitude (elevasi) bagi pengembangan budidaya tanaman teh dan informasi dalam bidang perkebunan agar mendapatkan hasil yang lebih baik maka kami mengadakan penelitian pengaruh altitude (elevasi) terhadap produksi pucuk tanaman teh ‘Gambung 7’ di area perkebunan teh PT Pagilaran.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai betikut.
1. Bagaimana pengaruh umur dan altitude terhadap produksi pucuk tanaman teh ‘Gambung 7’ di area perkebunan teh PT Pagilaran?
2. Pada umur dan altitude berapakah produksi pucuk tanaman teh ‘Gambung 7’ di area perkebunan teh PT Pagilaran Kabupaten Batang paling optimal?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengetahui pengaruh umur dan altitude terhadap produksi pucuk tanaman teh ‘Gambung 7’ di area perkebunan teh PT Pagilaran?
2. Mengetahui pada umur dan altitude berapakah produksi pucuk tanaman teh ‘Gambung 7’ di area perkebunan teh PT Pagilaran paling optimal?
D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut.
1. Menambah wawasan kepada penulis dan pekebun teh tentang pengaruh umur dan altitude terhadap produksi pucuk tanaman teh ‘Gambung 7’.
2. Memberi sumbangan pengetahuan baru terhadap civitas akademika khususnya jurusan pendidikan biologi tentang pengaruh umur dan altitude terhadap produksi pucuk tanaman teh ‘ Gambung 7’.
3. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan ketika PT Pagilaran akan membuka areal perkebunam baru.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan untuk memperjelas penelitian ini maka diberikan pembatasan istilah sebagai berikut.
1. Umur tanaman adalah umur suatu tanaman yang membedakan tanaman pada masa produktif.
2. Altitude (elevasi) yaitu ketinggian suatu wilayah diukur dari permukaan air laut.
3. Produksi adalah banyak sedikitnya hasil dari pemetikan daun teh pada suatu tanaman teh setiap panen.
4. Pucuk teh yaitu daun teh yang masih muda (memenuhi syarat untuk diolah menjadi produk teh jadi).
5. Gambung 7 yaitu merupakan kultivar tanaman teh hasil pemuliaan oleh PPTK Gambung.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Teh (Camelia sinensis)
1. Deskripsi
Tanaman teh termasuk tanaman perdu, jika ditanam dengan jarak tanam yang lebar akan tumbuh menjadi sebesar pohon bebuahan. Batang dan dahannya mengayu dan keras. Tanaman teh mempunyai daun tunggal, duduk pada tangkai daun hampir berseling-seling. Helai daun berbentuk lanset, ujung meruncing dan bertulang menyirip. Tepi daun licin dan bergeraji. Bunga teh adalah bunga tunggal yang keluar dari ketiak daun, cabang-cabang dan ujung batang. Bunga teh mempunyai 5−6 helai daun kelopak, berwarna putih dan berbau harum. Buahnya dinamakan buah kotak, Setelah masak dan kering, buah pecah sehingga biji di dalamnya keluar. Di perkebunan teh selalu ditanam dengan jarak yang rapat dan tanaman selalu dipangkas, sehingga batang tetap rendah dan tidak lekas menjadi besar, cabang-cabang yang rendah lama-lama besarnya hampir menyerupai batang utama sehingga tanaman teh tadi seolah-olah berbatang lebih dari satu (Adisewojo, 1982).
Tanaman teh harus dipertahankan pendek sebagai perdu untuk dapat terus-menerus menghasilkan pucuk. Pemetikan pucuk peko dan dua daun termuda dilakukan jika sebagian besar perdu telah menumbuhkan tunas diatas bidang pemetikan yang datar berbentuk meja. Daun-daun dibawah bidang pemetikan dibiarkan tidak dipetik yang berfungsi memeliharakegiatan pertumbuhan perdu. Daun-daun ini sangat aktif menumbuhkan pucuk baru (Yuwono, 2002).
Klasifikasi tanaman teh menurut Tjitroseopomo (2004) adalah sebagai berikut
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub-divisio : Angiospermae
Classis : Dycotyledoneae
Sub-Classis : Dialypetalae
Ordo : Guttiferales (Clusiales)
Familia : Camelliaceae (Theacheae)
Genus : Camelia
Species : Camelia sinensis
2. Asal
Tanaman teh berasal dari wilayah perbatasan negara-negara China selatan (Yunan), Laos Barat Laut, Muangthai Utara, Burma Timur dan India Timur Laut, yang merupakan vegetasi hutan daerah peralihan tropis dan subtropis. Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari jepang yang dibawa oleh seorang Jerman bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta (Hanum, 2008).
3. Distribusi
Pada tahun 1826 tanaman teh berhasil ditanam melengkapi Kebun Raya Bogor, dan pada tahun 1827 di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Berhasilnya penanaman percobaan skala besar di Wanayasa (Purwakarta) dan di Raung (Banyuwangi) membuka jalan bagi Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson, seorang ahli teh, menaruh landasan bagi usaha perkebunan teh di Jawa. Teh dari Jawa tercatat pertama kali diterima di Amsterdam tahun 1835. Teh jenis Assam mulai masuk ke Indonesia (Jawa) dari Sri Lanka (Ceylon) pada tahun 1877, dan ditanam oleh R.E. Kerkhoven di kebun Gambung, Jawa Barat. Dengan masuknya teh Assam tersebut ke Indonesia, secara berangsur tanaman teh China diganti dengan teh Assam, dan sejak itu pula perkebunan teh di Indonesia berkembang semakin luas.Pada tahun 1910 mulai dibangun perkebunan teh di daerah Simalungun, Sumatera Utara (Hanum, 2008).
4. Ekologi
Tanaman teh adalah tanaman dataran tinggi, altitude (ketinggian tempat) sangat erat kaitannya dengan cuaca. Secara umum dapat dikatakan bahwa makin tinggi letak kebun, maka akan makin baik kualitas teh yang dihasilkan. Sementara apabila tempat terlalu tinggi sering kali terjadi pembekuan embun (night frost) yang berakibat fatal bagi tanaman (Setiawati dan Nasikun,1991). Pembekuan yang ringan hanya akan merusak ranting-ranting petikan dan hanya mengakibatkan kerugian hasil tanpa merusak tanamannya sendiri. Tetapi pembekuan yang berat dapat mengakibatkan matinya cabang-cabang dan perdaunannya. (Setyamidjaja, 2000).
Menurut Setyamidjaja, perbedaan altitude (elevasi) menyebabkan perbedaan suhu, mempengaruhi sifat pertumbuhan perdu teh. Daerah pertanaman teh dapat dibagi menjadi tiga daerah berdasarkan altitude (elevasi) yaitu
a. Daerah dataran rendah (400─800 m dpl).
b. Daerah dataran sedang (800─1200 m dpl).
c. Daerah dataran tinggi (di atas 1200 m dpl).
B. Fisiologi Tanaman Teh
1. Pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran yang irreversesibel karena pembelahan dan pembesaran sel yang disertai penyusunan materi seluler baru, dan organisasi organela subseluler. Dalam proses pertumbuhan juga terjadi proses diferensiasi, yaitu suatu proses spesialisasi dan diversifikasi struktur dan fungsi, aktivitas biokemis dan metabolik, sehingga terbentuk pola perkembangan baru.
Perkembangan adalah suatu proses yang meliputi aktivitas pertumbuhan dan diferensiasi seluler, pembetukan jaringan dan organ. Siklus hidup sejak dari perkecambahan biji sampai pemasakan biji disebut perkembangan, yang ditunjukkan dengan proses perkecambahan, pemunculan semai, pertumbuhan akar, batang,dan daun; permulaan pembungaan, pemunculan bunga, pemekaran bunga, penyerbukan, pembuatan dan pemasakan biji.
2. Proses pertumbuhan
Pertumbuhan tanaman teh dibedakan dalam dua fase yaitu.
a. Fase vegatatif
Fase vegetatif yaitu sebelum tanaman berbunga. Fase vegetatif terutama terjadi pada perkembangan akar, daun dan batang baru. Fase ini berhubungan denga tiga proses penting yaitu: pembelahan sel, pemanjangan sel, dan tahap pertama dari diferensiasi sel.
b. Fase generatif
Fase generatif ditandai dengan keluarnya bunga. Fase generatif terjadi pada pembentukan dan perkembangan kuncup-kuncup bunga, buah, dan biji.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
a. Edafik
Di Indonesia, tanah untuk tanaman teh dapat di bedakan menjadi dua jenis utama, yaitu tanah andosol (di pulau Jawa) dan tanah podsolik (di Sumatera). Di beberapa tempat, tanaman teh di tanam pada jenis tanah latosol. Sifat-sifat yang cocok untuk tanaman teh adalah: solum cukup dalam, tekstur lempung ringan atau sedang, atau debu, keadaan gembur sedalam mungkin (deep friable), mampu menahan air, dan memiliki kandungan hara yang cukup.. (Setyamidjaja, 2000).
1) Andisol
Tanah yang paling cocok dengan tanaman teh adalah tanah jenis andisol. Jenis tanah andisol ini biasanya mempunyai sifat bersolum cukup, bertekstur lempung ringan sampai sedang dan gembur.
2) Ph Tanah
Tanaman teh pada umumnya menghendaki tanah yang asam dengan pH berkisar 4,5─6,0.
3) Unsur Hara Tanah
Kebutuhan unsur-unsur hara mikro pada umumnya dapat dicukupi dengan cara pemupukan pada daerah yang ditanami oleh tanaman teh
b. Klimatik
Faktor klimatik adalah sejumlah aspek kondisi cuaca yang mempengaruhi biota suatu area. Faktor klimatik meliputi
1) Curah Hujan
Setyamidjaja (2000) menyatakan bahwa curah hujan dengan rata-rata 2500─3500 mm per tahun sangat baik untuk pertumbuhan tanaman teh, sedangkan untuk curah hujan minimum yang dibutuhkan oleh tanaman teh adalah 1.150─1.400 mm per tahun. Besarnya curah hujan sangat terkait dengan sifat tanaman teh yang tidak tahan terhadap daerah yang panas dan kering. Curah hujan yang kurang dari batas minimum akan mengakibatkan penurunan produksi, terutama di daerah pertanaman yang relatif rendah letaknya.
Sinar matahari sangat berpengaruh terhadap pertumbuham tanaman teh. Makin banyak sinar matahari, pertumbuhan tanaman teh makin cepat, sepanjang curah hujan mencukupi. Sinar matahari mempengaruhi pula suhu udara, makin banyak sinar matahari, suhu udara makin tinggi. Apabila suhu mencapai 30˚C, maka pertumbuhan tanaman teh akan terhambat. Fungsi pohon plindung di daerah dataaran rendah adala mengurangi intesitas sinar matahari, sehingga suhu tidak meningkat terlalu tinggi. Sebaliknya dalam bulan-bulan basah, kurangnya sinar matahari akan menghambat proses metabolisme, sehingga mempengaruhi mutu pucuk dan pertumbuhan tanaman teh (Setyamidjaja, 2000).
2) Angin
pada umumnya angin yang berasal dari dataran rendah membawa udara panas dan kering. Angin yang bertiup kencang dapat menurunkan kelembapan nisbi sampai 30%, meskipun hanya berpengaruh sedikit pada kelembapan pada tanah lapisan bawah. Angin dapat pula mempengaruhi kelembapan udara serta penyebaran hama dan penyakit (Setyamidjaja,2000). Setiawati dan Nasikun (1991) menjelaskan, bahwa tiupan angin selama 2─3 hari secara terus menerus dapat mengakibatkan daun rontok, karena terjadi ketidakseimbangan antara penguapan dan penyerapan air. Untuk mencegah hal tersebut dapat dilakukan usaha dengan menanam pohon penahan angin pada batas dalam kebun.
3) Suhu
sebagai tanaman yang berasal dari daerah subtropis, tanaman teh menghendaki udara sejuk. Suhu udara yang baik bagi tanaman teh adalah suhu yang berkisar 13˚C─25˚C, yang diikuti oleh cahaya matahari yang cerah. (Setyamidjaja, 2000).
4) Kelembapan udara
Kelembapan yang cukup dapat membatasi hilangya air dari tanaman teh dan mendorong pertumbuhan tanaman. Tanaman teh membutuhkan kelembapan relative pada siang hari tidak kurang dari 70%, karena tanaman teh biasanya dapat hidup dengan baik pada daerah yang lembab. Biasanya semakin lembab daerah tersebut maka kecepatan produksi tunas-tunas pucuk teh juga semakin besar , sehingga akan menghasilkan daun teh yang besar juga. (Setyamidjaja, 2000).
c. Biotik
Faktor biotik adalah faktor lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas organisme yang meliputi: keseluruhan flora dan fauna ( biota). Aktivitas organism ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan bagi kehidupan organism lain, termasuk manusia. Aktivitas organisme yang merugikan antara lain: aktivitas hama, penyebab penyakit, dan gulma (Purnomo, 2006)
Pada budi daya teh, gangguan gulma, hama, dan penyakit mengakibatkan kemunduran produksi yang cukup berarti. Gangguan hama dan penyakit pada tanaman teh bahkan dapat merusak fisik tanaman teh.
1) Gulma
Populasi gulma yang tumbuh tidak terkendali, akan merugikan tanaman teh karena terjadinya persaingan didalam memperoleh unsur hara, air, cahaya matahari, dan ruang tumbuh. Tumbuhan liar (gulma) yang terdapat di area kebun teh, antara lain Synedrella nodiflora (L.), Centela asiatica.
2) Hama
Tanaman teh diganggu oleh berbagai hama yang merusak perakaran, ranting , daun, dan buah. Contohnya adalah hama Helopeltis antonii (Hemiptera miridae) sudah lama dikenal sebagai hama utama penghisap pucuk dalam budidaya teh. Hama ini menyerang tanaman terutama pada bagian yang masih muda, seperti daun dan batang, Serangan dilakukan dengan menggunakan stilet dan dalam waktu bersamaan hama tersebut akan meletakkan telur.
3) Penyakit
Tanaman teh dapat diserang oleh berbagai macam penyakit yang menyerang akar, batang, dahan, dan daun. Dari berbagai macam penyakit tersebut, yang sangat berbahaya adalah penyakit akar. Ada tiga jenis penyakit akar yang sangat berbahaya yang dapat mengakibatkan kematian perdu-perdu teh, yaitu penyakit jamur akar merah anggur (40%), jamur akar hitam (25%, dan jamur leher akar (15%). Seperti halnya akibat serangan hama, penyakit pada tanaman teh merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi produksi. Contohnya Penyakit cacar daun teh yang disebabkan oleh jamur E. vexans dapat menurunkan produksi pucuk basah sampai 50 persen karena menyerang daun atau ranting yang masih muda.
C. Tanaman Teh ‘Gambung 7’
Tanaman teh ‘Gambung 7’ termasuk dalam varietas assamica yang berasal dari India. Kultivar ini memiliki daun yang berwarna terang, tepi daun bergerigi, dan memiliki bulu peko yang banyak sehingga ketahanan terhadap penyakit cacar tinggi. Pertumbuhan tunas yang tinggi setelah pemangkasan membuat kultivar ini memiliki potensi produksi pucuk yang baik.
D. Produksi Pucuk Teh
Pemetikan adalah pekerjaan memungut sebagian dari tunas-tunas teh beserta daunnya yang masih muda, untuk kemudian diolah menjadi produk teh kering yang merupakan komoditi perdagangan. Penelitian harus dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan sistem petikan dan syarat-syarat pengolahan yang berlaku. Pemetikan berfungsi pula sebagai usaha membentuk kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan (Setyamidjaja, 2000).
Pemetikan berkaitan erat dengan pertumbuhan tunas, kecepatan pertumbuhan tunas baru dipengaruhi oleh daun-daun yang tertinggal pada perdu yang biasa disebut daun pemeliharaan. Tebal lapisan daun pemeliharaan yang optimal adalah 15─20 cm, lebih tebal atau lebih tipis dari ukuran tersebut pertumbuhan tunas akan terhambat. Kecepatan pertumbuhan tunas akan mempengaruhi bebrapa aspek pemetikan, yatu: jenis pemetikan, jenis petikan, daur petik, pengaturan areal petikan, pengaturan tenaga pemetik, dan pelaksanaan pemetikan. Daun pemeliharaan yang terlalu tebal lebih dari lima lapis daun (>20 cm) maka lapisan daun yang ke-6 dan seterusnya akan menjadi beban karena daun-daun ini tidak dapat melakukan fotosintesis bahkan hanya dapat menggunakan hasil fotosintesis tersebut untuk respirasi. Akibatnya hasil fotosintesis untuk pertumbuhan pucuk/tunas berkurang. Sebaliknya apabila daun pemeliharaan terlalu tipis kurang dari 4 lapisan daun, maka proses fotosintesis akan berkurang dan pertumbuhan pucuk/tunas juga berkurang, yang berarti produksi pucuk juga turun (Setyamidjaja, 2000).
Menurut Ghani (2002) ada beberapa istilah-istilah dasar pemetikan yang harus dipahami sehubungan dengan tanaman teh sebagai sebagai peghasil pucuk adalah sebagai berikut
a. Pucuk Peko(pecco) adalh pucuk ujung yang tumbuh aktif. Tanaman yng tumbuh normal menngalami periode pcuk aktif. Setelah menghasilkan 4-7 daun, pucuk mengalami dormansi (memburung)
b. Pucuk dorman (Burung) adalah periode kuncup atau pucuk dormansi. Pada periode ini pucuk in-aktif mereduksi atau memperlambat pertumbuhan. Keadan ini selain bersifat alami, juga karena tekanan lingkungan seperti kekeringan, kekurangan pupuk, dan petikan terlalu keras (kandas). Dengan memetik burung, akan akan memutus masa dormansi dan merangsang tumbuhnya mata tunas dibawahnya.
c. Nagor yaitu peko yang tumbuh dari burung setelah dormansi. Peko ini biasanya terlihat lebih aktif dibandingkan peko biasa.
d. Daun Seludang (cathophyll) yaitu bentuknya seperti daun yang menyertai saat tumbuhnya pucuk baru. Strukturnya seperti daun tak sempurna. Setiap pucuk dari tunas baru biasanya diawali dengan dua seludang daun sebelum daun kepel.
e. Daun Kepel (fish leaf) yaitu daun pertama tumbuh dari tunas. Ukurannya hanya separo kuran normal. Perbedaannya dengan seludang daun adalah seludang bentuknya seperti daun tak sempurna.
f. Daun indung (mother leaf) yaii daun yang tumbuh setelah daun kepel. Daun ini ukurannya lebih besar dari daun kepel.
g. Ranting Cakar ayam yaitu ranting yang memiliki dua anak ranting tunas atau lebih. Tumbuh dari bekas pengambilan pucuk dan berada diatas dataran atau bidang petik. Cakar ayam yang tertunggal mengakibatkan bidang petik cepat tinggi serta tunas yang tumbuh biasanya kecil. Untuk itu cakar ayam harus dibuang.
h. Merogoh yaitu mengambil pucuk yang berada berada dibawah bidang petik normal. Petik merogoh akan mengganggu bantalan petik, kerataan, dan mutu petik.
i. Kepala petik yaitu patokan tinggi bidang petik sebagai acuan untuk menentukan kerataan. Kepala petik ditentukan dari daun yang di tengah bidang petik. Seluruh pengambilan daun harus berpedoman kepada tinggi kepala petik. Dengan demikian, kerataan bidang petik senantiasa dapat terjaga.
j. Pucuk Keboler yaitu keadaan pertumbuhan pucuk yang terlambat. Ditandai banyaknya pucuk diatas normal (p+4, p+5,dst) pada hamparan petik. Terjadi akibat pusingan panjang dan kekurangan tenaga petik. Akibat keboler, pucuk menjadi kasar dan stagnasi yaitu turunnya produksi pada pusingan berikutnya.
k. Matang petik (manjing) yaitu pucuk yang telah memenuhi criteria rumus petik yang benar. Acuannya tergantung rumus petikan yang dianut, petik halus, medium, atau petik kasar.
l. Peninggalan yaitu pucuk yang ditinggalkan di pokok dan akan dipetik pada pusingan berikutnya. Pedoman atau kriteria daun yang ditinggal (tidak dipetik) tergantung rumus petikan yang di anut (petik halus, medium, atau petik kasar)
E. Jenis Petikan
Yang dimaksud dengan jenis petikan ialah macam pucuk yang dihasilkan dari pelaksanaan pemetikan. Menurut Setyamidjaja (2000), jenis petikan dapat dibedakan menjadi tiga kategori
a. Petikan halus, apabila pucuk yang di hasilkan terdiri dari pucuk peko (p) dengan satu daun, atau pucuk burung (b) dengan satu daun muda (m), biasa ditulis dengan rumus p+1 atau b+1m.
b. Petikan medium, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko dengan dua daun muda, serta pucuk burung dengan satu, dua, atau tiga daun muda, ditulis dengan rumus p+2, p+3m, b+1m, b+2m, b+3m.
c. Petikan kasar, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko dengan empat daun atau lebih, dan pucuk burung dengan beberapa daun tua, ditulis dengan rumus p+4 atau lebih, b+(1-4t).
Umumnya jenis petikan yang dikehendaki adalah jenis petikan medium, dengan komposisi minimal 70% pucuk medium, maksimal 10% pucuk halus, dan 20% pucuk kasar.
F. Giliran atau Daur Petik
Giliran atau daur petik adalah jangka waktu antara satu pemetikan dengan pemetikan berikutnya, dihitung dalan hari. Panjang pendeknya giliran petik tergantungpada kecepatan pertumbuhan pucuk. Kecepatan pertumbuhan pucuk sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut
a. Iklim
Musim kemarau pertumbuhan tunas makin lambat sehingga giliran petik lebih panjang daripada saat musim hujan.
b. Altitude atau Elevasi
Makin tinggi letak kebun dari permukaan laut, makin lambat pertumbuhan, sehingga makin panjang giliran petik, sebaliknya juga semakin rendah letak kebun dari permukaan air laut juga dapat menghambat pertumbuhan dan bahkan dapat menyebabkan tanaman teh mati.
c. Kesehatan tanaman
Makin sehat tanaman, makin cepat pertumbuhan pucukm, sehingga makin pendek giliran petik bila dibandingkan denga tanaman yang kurang sehat (Setyamidjaja, 2000).
d. Varietas
varietas memiliki karakter masing-masing Pada tanaman teh varietas ‘Gambung 7’ adalah tanaman teh unggul, Gambung 7 yaitu merupakan kultivar tanaman teh hasil pemuliaan oleh PPTK Gambung (Ghani, 2002)
G. Pengaruh Altitude (Elevasi) Terhadap Produksi Pucuk Teh
Altitude (elevasi) mempengaruhi perubahan suhu udara. Semakin tinggi suatu tempat, misalnya pegunungan, semakin rendah suhu udaranya. Semakin rendah daerahnya semakin tinggi suhu udaranya. Suhu optimum diperlukan tanaman agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh tanaman. Suhu yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman bahkan akan dapat mengakibatkan kematian bagi tanaman, demikian pula sebaliknya suhu yang terlalu rendah (Mila, 2009). Suhu udara merupakan faktor lingkungan yang penting karena berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dan berperan hampir pada semua proses pertumbuhan. Suhu berpengaruh terhadap proses fisiologis tumbuhan seperti
1. Fotosintesis
Suhu berpengaruh terhadap fotosintesis (Lakitan, 1996). Pengaruh ini akan tampak dalam bentuk menghambat atau mendukung terjadinya fotosintesis tergantung pada spesies tanaman (Abidin, 1984)
2. Respirasi
Secara umum semakin tinggi suhu maka semakin tinggi pula respirasi. Tetapi pada suhu yang terlalu tinggi respirasi akan menurun, hal ini disebabkan karena enzim-enzim yang berperan akan mengalami denaturasi (Lakitan, 1996).
3. Transpirasi
Menurut Loveles (1987),suhu mempengaruhi laju transpirasi karena suhu mempunyai efek yang berbeda terhadap tekanan uap diluar dan didalam daun. Daun-daun cenderung menyamakan suhunya dengan suhu udara sekitarnya dan karena udara dalam ruang-ruang antar sei biasanya dipertahankan dalam keadaan jenuh pada suhu yang berlaku. Kenaikan suhu udara akan menyebabkan kenaikan tekanan uap dalam daun.
4. Metabolisme
Seperti umumnya semua reaksi kimia, kecepatan reaksi kimia dalam metabolisme yang dikatalis oleh enzim dipengaruhi oleh suhu.
Menurut Mila (2009), seiring perubahan suhu beberapa derajat saja sudah menyebabkan perubahan yang nyata dalam laju pertumbuhan. Laju pembentukan daun (jumlah daun per satuan waktu) relatif konstan jika tanaman ditumbuhkan pada kondisi suhu yang juga konstan. Suhu yang optimal diperlukan dalam pembelahan sel-sel daun. Semakin optimal suhu, maka pembelahan sel akan semakin cepat (Salisbury, 1995). Dalam hubungannya dengan produksi pucuk teh, berarti semakin optimal suhu maka akan semakin besar produksi pucuk yang dihasilkan oleh tanaman teh.
H. Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produksi Pucuk Teh
Tanaman teh biasanya memiliki usia produktifitas yang terbatas, yaitu berkisar antara 5─30 tahun. Tanaman teh menurut produksinya dibagi atas tanaman teh pra produktif, tanaman teh produktif, dan tanaman teh pasca produktif. Tanaman teh produktif adalah tanaman teh dimana teh belum bisa menghasilkan pucuk teh untuk diproduksi dan umurnya berkisar antara 0─5 tahun, karena pada masa ini tanaman teh belum dapat menghasilkan tunas yang banyak sehingga bidang pemetikannya belum luas dan produksi pucuk daun tehnya juga belum maksimal. sedangkan tanaman teh produktif adalah tanaman teh pada masa produksi pucuk tehnya paling maksimal dan umurnya berkisar antara 5─30 tahun, biasanya pada masa ini tanaman teh dapat menghasilkan pucuk daun teh yang lebih optimal dibandingkan umur teh pada masa praproduktif dan pascaproduktif, dan tanaman teh pasca produksi adalah tanaman teh yang masih dapat memproduksi pucuk teh tapi hasil produksinya tidak maksimal dan hanya menghasilkan sedikit pucuk teh dan umurnya lebih dari 30 tahun, biasanya pada umur ini kayu tanaman teh banyak yang mati dan pertumbuhan pucuk daunnya kurang, karena sudah kurang produktif dalam membentuk tunas-tunas muda baru.
I. Fisiografi Perkebunan Teh PT Pagilaran
Perkebunan teh masuk di wilayah Desa Keteleng, Kalisari, Bismo, dan Kalitengah wilayah Kecamatan Blado dengan latar belakang Gunung Kamulan (Kamulyan). Topografi sebagian besar areal perkebunan Pagilaran berada di lahan yang berbukit-bukit pada ketinggian 740─1.600 meter di atas permukaan laut (dpl). Dengan kemiringan 1─35 derajat, sistem penanaman yang digunakan adalah terassering.
Jenis tanah di perkebunan Unit Produksi Pagilaran pada ketinggian di atas 1.000 meter dpl didominasi tanah andosol sedangkan pada ketinggian di bawah 1.000 meter dpl didominasi tanah latosol. Tanah andosol berwarna cokelat kekuning-kuningan dengan tekstur geluh dan berstruktur remah, lunak atau sangat halus, sehingga mempunyai daya mengikat air yang tinggi, tanah gembur, dan ketahanan strukturnya tinggi serta mudah diolah. Sementara itu, tanah latosol berwarna agak merah dengan tekstur lempung sampai geluh, strukturnya remah sampai gumpal lemah sehingga jika terkena hujan akan lengket tetapi jika kondisi kekeringan tanah menjadi keras dan pecah-pecah.
Tentang pH tanah di wilayah kebun Pagilaran adalah 4,5%─5,55%. Perkebunan Pagilaran adalah daerah dengan curah hujan cukup tinggi, yaitu 4.000─6.000 mm/tahun. Kelembapan udara 80%─90% dan suhu udara 18─23 derajat Celcius.
METODE PENELITIAN
A. Area dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di area perkebunan teh PT Pagilaran pada bulan Juni 2010. Perkebunan teh masuk di wilayah Desa Keteleng, Kalisari, Bismo, dan Kalitengah wilayah Kecamatan Blado
B. Subyek Penelitian.
Subyek penelitian yang akan dilakukan adalah pada tanaman teh varietas ‘Gambung 7, dalam hal ini penelitian diacukan pada hal pengaruh umur dan altitude (ketinggian tempat) terhadap produksi pucuk tanaman teh ‘Gambung 7’ di perkebunan teh PT Pagilaran yang ada diwilayah desa keteleng kecamatan Blado kabupaten Batang.
Data diperoleh dengan melakukan penelitian pada bulan Juni 2010.
C. Langkah-langkah penelitian
1. Menentukan 5 umur tanaman dan 3 wilayah penelitian berdasarkan altitude (ketinggian tempat) dari permukaan air laut, yaitu.
A : tanaman teh umur 5 tahun pada altitude (ketinggian) 750 m dpl
B : tanaman teh umur 10 tahun pada altitude (ketinggian) 750 m dpl
C : tanaman teh umur 15 tahun pada altitude (ketinggian) 750 m dpl
D : tanaman teh umur 20 tahun pada altitude (ketinggian) 750 m dpl
E : tanaman teh umur 25 tahun pada altitude (ketinggian) 750 m dpl
F : tanaman teh pada 5 tahun pada altitude (ketinggian) 1000 m dpl
G : tanaman teh umur 10 tahun pada altitude (ketinggian) 1000 m dpl
H : tanaman teh umur 15 tahun pada altitude (ketinggian) 1000 m dpl
I : tanaman teh umur 20 tahun pada altitude (ketinggian) 1000 m dpl
J : tanaman teh umur 25 tahun pada altitude (ketinggian) 1000 m dpl
K : tanaman teh umur 5 tahun pada altitude (ketinggian) 1250 m dpl
L : tanaman teh umur 10 tahun pada altitude (ketinggian) 1250 m dpl
M : tanaman teh umur 15 tahun pada altitude (ketinggian) 1250 m dpl
N : tanaman teh umur 20 tahun pada altitude (ketinggian) 1250 m dpl
O : tanaman teh umur 25 tahun pada altitude (ketinggian) 1250 m dpl
2. Menentukan 5 sampel umur tanaman teh pada masing-masing wilayah altitude (ketinggian) dengan kriteria tanaman yang memiliki usia berbeda.
3. Melakukan pemetikan pucuk dengan jenis petikan medium.
Data produksi teh disajikan dalam satuan gr/tanaman.
D. Variabel penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel utama yang diidentifikasikan menurut fungsinya, yaitu.
a. Variabel bebas / independen
Dalam penelitian ini variabel bebas adalah umur tanaman dan altitude (ketinggian) tanam diukur dari permukaan air laut.
b. Variabel tergantung / dependen
Dalam penelitian ini variabel tergantung adalah produksi pucuk teh.
E. Parameter
Parameter utama yaitu berat basah dari pucuk teh tiap sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah tanaman teh ‘Gambung 7’ pada 3 wilayah da 5 umur tanaman diperkebunan teh di PT Pagilaran
.
a. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah tanaman teh Gambung 7 pada 3 wilayah ketinggian tempat pada perkebunan teh di PT Pagilaran, masing-masing altitude (ketinggian) 5 umur tanaman.
F. Analisis Data
Data dikumpulkan melalui penelitian, selanjutnya data dianalisis dengan metode regresi-korelasi.
Data pengamatan dan perhitungan tentang pengaruh ketinggian tempat terhadap produsi pucuk tanaman teh disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Produksi pucuk teh (Y) umur yang berbeda (Xi) dan pada tiga wilayah altitude (elevasi) yang berbeda (Xii).
No. Umur Tanaman (Xi) Altitude (elevasi) tanam (Xii) Rataan Produksi pucuk (Yi)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Jumlah
Rataan
Analisis regresi linear sederhana digunakan untuk memprediksi variasi perubahan nilai Y (berat basah) apabila nilai X (umur dan altitude (elevasi)) ditentukan, atau untuk menentukan altitude (elevasi) yang tepat terhadap berat basah. Analisis dilakukan dengan persamaan sebagai berikut
1. Bentuk umum persamaan regresi linear sederhana Y =a +bX
Dimana
Y : berat basah dan berat kering
a : Konstanta atau intersep (titik potong kurva linear terhadap sumbu Y, atau nilaiY jika X = 0).
b : Kemiringan kurva linear.
X : altitude (elevasi)
2. Menentukan nilai b (kemiringan kurva atau koefisien regresi) dengan
persamaan:
b =
3. Menentukan nilai a (kontanta intersep kurva estimasi) dengan perasamaan a = -b
= rata-rata nilai Y
= rata-rata nilai X
n = jumlah pengamatan / jumlah daya yang digunakan dalam sampel
4. Mengujii koefisien regresi (uji t). Uji t digunakan untuk menguji signifikansi koefisien regresi atau untuk mengetahui apakah varibel independent X berpengaruh terhadap variabel dependent Y.
t =
Sb=
Dimana :
= parameter yang diduga.
Sb = kesalahan standar koefisien regresi.
Se = kesalahan standar estimasi (standar error of estimate).
Hipotesis Ho = b = 0, Ha = b 0
Kriteria uji:
Terima Ho jika t hitung >t tabel atau probabailits t = 0,05.
Tolak Ho jika t hitung > t tabel atau probabilitas > 0,05 atau jika b = 0 maka variabel independent (X) tidak berpengaruh terhadap variabel dependent (Y), jika b 0 maka X berpengaruh terhadap Y.
5. Menghitung koefisien determinasi dan koefisien korelasi. Koefisien determinasi sampel (r2) digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, sedangkan koefisien korelasi (r) digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, koefisien determinasi dapat dihitung dengan persamaan:
R2 =
Persamaan untuk koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
r = ± atau r =
Pengujian terhadap koefisien korelasi :
, db = n – 2
Nilai r dianggap signifikan jika thitung > t0,05 atau t < 0,05
6. Menganalisis terhadap adanya heteroksidastisitas agar persamaan regresi estimasi (estimator/prediktor) yang diperoleh dapat digunakan untuk memprediksi variasi perubahan nilai Y, maka harus berupa estimator linear tidak bisa terbaik atau BLUE (Best Linear Unvised Estimator). Kondisi ini akan terjadi heterkidastisitas. Terjadinya heteroskidastisitas dapat didiagnosis dengan korelasi rank spearman antara lain nilai mutlak kesalahan penggangu ei dengan Xi persamaanya :
Korelasi rs diuji dengan persamaan:
Dimana:
di = selisih setiap pasang rangking dan Xi
e = Y -
Nilai rs dianggap signifikan jika thitung > t0,05 atau signifikan t < 0,05
Sumber : Purnomo, H. 2001
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 1984. Dasar pengetahuan ilmu tanaman. Bandung: Angkasa
Adisewojo, S. 1982. Bercocok tanam teh (Camelia theifera). Bandung: Sumur Bandung.
Ghani, Mohammad A. 2002. Dasar-dasar budi daya teh. Jakarta: Penebar swadaya.
Hanum, C. 2008. Teknik budidaya tanaman. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Lakitan, B. 2001. Dasar-dasar fisiologi tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Loveles, A.R. 1987. Prinsip-prinsip biologi tumbuhan untuk daerah tropik 1. Jakarta: PT Gramedia.
Purnomo, H. 2001. Biostatistika. Semarang: IKIP PGRI Semarang.
─ ─ ─ ─ ─ ─.. 2006. Metodologi penelitian. Semarang: IKIP PGRI Semarang
Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi tumbuhan. Bandung: ITB
Setiawati, I., dan Nasikun. 1991. Teh kajian sosial-ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.
Setyamidjaja, D. 2000. Teh budi daya dan pengolahan pascapanen. Yogyakarta: Kanisius.
Tjitrosoepomo, G. 2004. Taksonomi tumbuhan (spermatophyta). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Yuwono, N.W., Abdul S., dan Makruf N. 2002. Kecukupan hara Ca dan Mg di kebun teh PT Pagilaran. Jurnal ilmu tanah dan lingkungan3 (2): 16-24
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
( IKIP ) PGRI SEMARANG
Jl. Lontar Nomor 1 ( Sidodadi Timur) Telp. 8316377 Semarang
REKAPITULASI PROSES BIMBINGAN SKRIPSI
WAKTU KEGIATAN TANDA TANGAN
PEMBIMBING I
Semarang, 2010
Mengetahui,
Pembimbing I Mahasiswa ybs.
Ary Susatyo Nugroho, S.Si, M.Si Rustamaji
NIP. 196908261994031003 NPM. 06320189
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
( IKIP ) PGRI SEMARANG
Jl. Lontar Nomor 1 ( Sidodadi Timur) Telp. 8316377 Semarang
REKAPITULASI PROSES BIMBINGAN SKRIPSI
WAKTU KEGIATAN TANDA TANGAN
PEMBIMBING II
Semarang, 2010
Mengetahui,
Pembimbing II Mahasiswa ybs.
Drs. Harsoyo Purnomo, M.S. Rustamaji
NIP. 195011151981111001 NPM. 06320189