BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Apabila kita berbicara tentang jenis kelamin/seks dari suatu makhluk hidup, tentu perhatian kita akan tertuju pada adanya makhluk jantan dan betina. Perbedaan jenis kelamin pada umunya dipengaruhi oleh dua faktor :
Faktor Lingkungan. Biasanya yang mengambil peranan disini adalah keadaan fisiologis. Jika kadar hormon kelamin dalam tubuh tidak seimbang penghasilan atau peredaranya, maka pernyataan fenotip pada suatu makhluk mengenai kelaminya dapat berubah. Akibatnya watak kelaminya mengalami perubahan.
Faktor Genetik. Pada umunya dapat dikatakan bahwa faktor genetiklah yang menentukan jenis kelamin suatu makhluk hidup. Oleh karena bahan genetik terdapat di dalam kromosom, maka perbedaan jenis kelamin terdapat dalam komposisi kromosom.
Penyelidikan pertama tentang adanya hubungan antara kromosom dengan perbedaan jenis kelamin telah dilakukan oleh seorang Biologiwan berkebangsaan Jerman bernama H. Henking pada tahun 1891. Ia dapat menemukan adanya dtruktur tertentu dalam nucleus beberapa serangga melalui spermatogenesis. Dikatakan bahwaseparuh dari jumah spermatozoa pada serangga itu memiliki struktur tersebut, sedangkan syang separuh lainya tidak. Henking tidak mengatakan tentan gpentingnya struktur tersebut, melainkan hanya menamakanya “badan X”. Ia membedakan spermatozoa atas yang memiliki dan tidak memiliki badan X.
Pada tahun 1902, C. E. McClung membenarkan penemuan Henking dan melanjutkan penyelidikanya tentang kromosom pada berbagai jenis belalang. Ia tidak dapat menemukan badan X dalam sel telur belalang betina. Berhubungan dengan itu ia menegaskan bahwa badan X ada hubunganya dengan penentuan jenis kelamin.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah :
1. Jelaskan berbagai tipe penentuan jenis kelamin
2. Apakah pengaruh gen tunggal terhadap penentuan jenis kelamin ?
3. Apakah pengaruh lingkungan luar terhadap penentuan jenis kelamin ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini, yaitu :
Untuk memahami tentang berbagai tipe penentuan jenis kelamin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penentuan Jenis Kelamin
Kromosom Seks (penentu jenis kelamin)
Bagian terkecil tubuh adalah sel, di dalam sel terdapat inti sel yang mengandung kromosom berjumlah 46. Laki-laki dan wanita normal mempunyai jumlah kromosom yang sama, hanya penulisan simbolnya tidak sama yaitu 46, XY untuk laki-laki dan 46, XX untuk wanita. Simbol ini artinya laki-laki dan perempuan mempunyai jumlah kromosom 46 dengan 44 kromosom bukan penanda kelamin (autosom) dan 2 kromosom seks (penanda kelamin) yaitu satu kromosom X dan Y pada laki-laki dan sepasang kromosom X pada wanita. Di dalam kromosom terdapat DNA yang merupakan bahan keturunan, yang akan memberikan informasi genetik dalam bentuk kumpulan molekul DNA yang disebut gen. Didalam kromosom seks terdapat gen-gen berfungsi memproduksi protein ensim/ hormon yang sesuai dengan jenis kelaminnya. Bila gen-gen ini mengalami perubahan (mutasi) maka produksi protein akan mengalami penyimpangan. Mutasi gen dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan DNA.
Pada keadaan normal, kromosom seks ditentukan oleh persatuan kromosom X dan Y dari spermatosoa dan kromosom X dari ovum pada saat konsepsi, sehingga menghasilkan 46, XY (pria) atau 46, XX (wanita). Materi genetik yang terdapat pada kromosom Y berperan penting dalam proses diferensiasi janin menjadi fenotip laki-laki. Sex-determining region of the human Y chromosome (SRY) terdapat pada lengan pendek kromosom Y, merupakan gen yang mengkode produk sangat esensial dalam perkembangan testis. Pada ketiadaan gen SRY, ovarium akan mengalami perkembangan dilanjutkan dengan terbentuknya rahim dan saluran indung telor.
Makhluk yang hidup di dunia sangat beraneka ragam, oleh karena itu cara menentukan jenis kelamin pada berbagai makhluk itu tidak sama. Beberapa tipe penentuan jenis kelamin yang dikenal adalah :
a. Tipe XY
1. Pada lalat buah Drosophila sp
Oleh karena banyak penemuan dibidang genetika didapatkan melalui penelitian dengan menggunakan lalat tersebut sebagai bahan, maka sudah sepantasnya apabila kita meninjau cara penentuan jenis kelamin pada lalat ini.
Inti sel tubuh lalat buah Drosophila melanogaster hanya memiliki 8 buah kromosom saja, sehingga mudah sekali diamati dan dihitung. Delapan buah krromosom itu dibedakan atas :
a) Enam buah kromosom (3 pasang) yang pada lalat betina maupun jantan bentuknya sama. Karena itu kromosom-kromosom ini disebut autosom (kromosom tubuh), disingka dengan huruf A.
b) Dua buah kromosom (1 pasang) disebut kromosom kelamin (seks kromosom), sebab bentuknya ada yang berbeda pada lalat brtina dan jantan.
Kromosom kelamin dibedakan atas :
Kromosom X yang berbentuk batang lurus. Lalat betina memiliki 2 kromosom X.
Kromosom Y yang sedikit membengkok pada salah satu ujungnya. Kromosom Y lebih pendek daripada kromosom X. Lalat jantan memiliki sebuah kromosom X dan sebuah kromosom Y.
Gambar. Inti sel tubuh lalat buah Drosophila melanogaster
Berhubungan dengan itu, formula kromosom untuk lalat buah Drosophila melanogaster ialah sebagai berikut :
Lalat betina ialah 3 AAXX (3 pasang autosom + 1 pasang kromosom X.
Lalat jantan ialah 3AAXY (3 pasang autosom + sebuah kromosom X dan sebuah kromosom Y.
Oleh karena kromosom kelamin pada lalat betina itu sejenis (artinya kedua-duanya berupa kromosom X), maka lalat betina dikatakan bersifat homogametic. Lalat jantan bersifat heterogametic, sebab dua buah kromosom kelamin yang dimilikinya satu sama lain berbeda (yang satu kromosom X dan yang satu kromosom Y).
Dalam keadaan normal, lalat betina membentuk satu macam sel telur saja yang bersifat haploid (3AX). Tetapi lalat jantan membentuk 2 macam spermatozoa yang haploid. Ada spermatozoa yang membawa kromosom X (3AX) dan ada yang membawa kromosom Y (3AY). Apabila sel telur itu dibuahi spermatozoon yang membawa kromosom X, terjadilah lalat betina yang diploid (3AAXX). Tetapi bila sel telur itu dibuahi spermatozoa yang membawa kromosom Y, terjadilah lalat jantan yang diploid (3AAXY).
Kadang-kadang di waktu meiose selama pembentukan sel-sel kelamin, sepasang kromosom kelamin itu tidak memisahkan diri, melainkan tetap berkumpul. Peristiwa ini disebut nondisjunction.
Gambar. Skema pembentukan telur dalam keadaan normal dan bila terjadi nondisjunction selama Oogenesis.
Andaikan terjadi nondisjunction selama oogenese (pebentukan sel telur) akan terbentuk 2 macam sel telur, yaitu sel telur yang membawa 2 kromosom X (3AXX) dan sebuah kromosom sel telur tanpa X (3AO). Jika dalam keadaan ini terjadi pembuahan, sudah tentu keturunan akan menyimpang dari keadaan normal, yaitu sebagai berikut :
a) Sel telur yang memiliki 2 kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon yang membawa kromosom X akan menghasilkan lalat betina super (3AaXXX) yang memiliki 3 kromosom X. Lalat ini tidak lama hidupnya, karena mengalami kelainan dan kemunduran pada beberapa alat tubuhnya.
b) Sel telur yang memiliki 2 kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon yang membawa kromosom Y akan menghasilkan lalat betina yang memliki kromosom Y (3AAXXY). Lalat ini fertile atau subur seperti lalat betina biasa.
P X
Jantan Betina
Nondisjunction Normal
Sel telur
spermatozoa
F1
betina steril Betina fertil Jantan steril letal
Gambar . Perkawinan pada lalat Drosophila melanogaster yang menunjukan adanya nondisjunction selama Oogenesis. Ada kemungkinan dihsilkan lalat betina super 3AAXXX, Lalat betina 3AAXXY, lalat jantan 3AAXO. Lalat YO tidak pernah dikenal karena letal.
c) Sel telur yang tidak memiliki kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon yang membawa kromosom X akan menghasilkan lalat jantan (3AAXO). Lalat ini steril.
d) Sel telur tidak memiliki kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon yang membawa kromosom Y tidak menghasilkan keturunan, sebab letal. Jadi lalat (3AAYO) tidak dikenal.
Kelainan-kelainan pada lalat buah Drosophila melanogaster
Selain adanya kelainan–kelainan tersebut di muka, seperti lalat betina super (XXX), lalat betina (XXY) dan lalat jantan (XO), masih dikenal beberapa kelainan lainya, misalnya :
Lalat ginandromorf, ialah lalat yang separuh tubuhnya terdiri atas jaringan lalat betina, sedangkan separuh lainya terdiri atas jaringan lalat jantan. Batas antara bagian jantan dan betina kelihatan nyata, lalat ini tidak memiliki formula kromosom.
Lalat interseks, ialah lalat yang jarinagan tubuhnya merupakan mosaic (campuran yang tidak teratur) dari jaringan lalat betina dan jantan. Lalat ini sebenarnya akan menjadi lalat betina, akan tetapi ia bersifat triploid untuk autosomnya, sehingga menjadi lalat interseks (3AAAXX). Lalat ini steril.
Lalat jantan super, ialah lalat yang sebenarnya akan menjadi lalat jantan, akan tetapi ia bersifat triploid untuk autosomnya (3AAAXY) dan steril. Seperti halnya dengan lalat betina supe, maka lalat ini tidak lama hidupnya.
Lalat dengan kromosom X yang melekat. Lalat ini betina, tetapi kedua kromosom X saling melekat pada salah satu ujungnya. Disamping itu ia memiliki sebuah kromosom Y, sehingga lalat dengan kromosom X yang melekat mempunyai formula kromosom 3 (3AAXXY).
Gambar. Susunan kromosom didalam inti sel dari berbagai macam lalat buah.
Teori perimbangan tentang penentuan jenis kelamin
Setelah ditenukanya kromosom kelamin, makin jelas bahwa penentuan jenis kelamin ternyata tidak sederhana seperti yang diduga sebelumnya.
Walaupun pada umumnya dianggap bahwa lalat XX adalah betina dan XY adalah jantan, akan tetapi kenyataaan dengan adanya nondisjunction seperti telah diterangkan sebelumnya, membuktikan bahwa kromosom Y pada lalat Drosophila melanogaster tidak mempunyai pengaruh pada penentuan jenis kelamin. Kenyataan itu misalnya :
Lalat 3AAXXY memilki kromosom Y, tetapi lalat ini berjenis kelamin betina.
Lalat 3AAXO tidak memilki krmosoom Y, tetapi lalat ini berjenis kelamin jantan.
Penyelidikan C. B Bridges pada lalat buah Drosophila melanogaster menyatakan bahwa factor penentu betina terdapat dalam kromosom X, sedangkan factor penentu jantan terdapat dalam autosom. Ia membuktikan bahwa lebih dari sebuah gen dalam kromosom X mempengaruhi sifat betina, sedangkan gen yang mempengaruhi sifat jantan tersebar luas dalam autosom dan tidak diketemukan dalam kromosom Y. Berhubungan dengan itu, Bridges berpendapat bahwa mekanisme penentuan jenis kelamin pada lalat buah Drosophila melanogaster lebih tepat didasarkan atas teori perimbangan tentang penentuan jenis kelamin. Teori ini menyatakan bahwa unutk menentukan jens kelamin pada lalat Drosophila melanogaster digunakan indeks kelamin, yaitu : atau disingkat dengan .
Lalat betina (3AAXX) mempunyai indeks kelamin = = 1
Lalat jantan (3AAXY) mempunyai indeks kelamin = = 0,5
Peranan kromosom X dan Y pada Drosophila melanogaster
Di muka telah diketahui bahwa kromosom X pada Drosophila melanogaster memiliki gen-gen yang menentukan sifat betina. Kecuali itu kromosom X membawa kehidupan, oleh karena itu lalat yang tidak memiliki kromosom X (YO) tidak ada (letal).
Kromosom Y tidak mempunyai pengaruh dalam penentuan jenis kelamin. Sifat kejantanan ditentukan oleh autosom. Akan tetapi, kromosom Y menentukan kesuburan, oleh karena itu lalat yang tidak memiliki kromosom Y (lalat XO) mandul (steril).
C.B. Bridge melakukan serangkaian penelitian mengenai jenis kelamin pada lalat Drosophila sp. Dia berhasil menyimpulkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin pada organisme tersebut berkaitan dengan nisbah banyaknya kromosom X terhadap banyaknya autosom, dan tidak ada hubungannya dengan kromosom Y. Dalam hal ini kromosom Y hanya berperan mengatur fertilitas jantan. Secara ringkas penentuan jenis kelamin dengan sistem X/A pada lalat Drosophila sp dapat dilihat pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Penentuan jenis kelamin pada lalat Drosophila sp
Σ kromosom X Σ autosom nibah X/A jenis kelamin
1 2 0,5 jantan
2 2 1 betina
3 2 1,5 metabetina
4 3 1,33 metabetina
4 4 1 betina 4n
3 3 1 betina 3n
3 4 0,75 interseks
2 3 0,67 interseks
2 4 0,5 jantan
1 3 0,33 metajantan
Jika kita perhatikan kolom pertama pada Tabel 6.1 akan terlihat bahwa ada beberapa individu yang jumlah kromosom X-nya lebih dari dua buah, yakni individu dengan jenis kelamin metabetina, betina triploid dan tetraploid, serta interseks. Adanya kromosom X yang didapatkan melebihi jumlah kromosom X pada individu normal (diploid) ini disebabkan oleh terjadinya peristiwa yang dinamakan gagal pisah (non disjunction), yaitu gagal berpisahnya kedua kromosom X pada waktu pembelahan meiosis.
Pada Drosophila sp terjadinya gagal pisah dapat menyebabkan terbentuknya beberapa individu abnormal seperti nampak pada Gambar 6.3.
P : AAXX x AAXY
gagal pisah
gamet : AXX AO AX AY
F1 : AAXXX AAXXY AAXO AAOY
betina super betina jantan steril letal
Gambar 6.3. Diagram munculnya beberapa individu abnormal pada
Drosophila sp akibat peristiwa gagal pisah
Di samping kelainan-kelainan tersebut pernah pula dilaporkan adanya lalat Drosophila yang sebagian tubuhnya memperlihatkan sifat-sifat sebagai jenis kelamin jantan sementara sebagian lainnya betina. Lalat ini dikatakan mengalami mozaik seksual atau biasa disebut dengan istilah ginandromorfi. Penyebabnya adalah ketidakteraturan distribusi kromosom X pada masa-masa awal pembelahan mitosis zigot. Dalam hal ini ada sel yang menerima dua kromosom X tetapi ada pula yang hanya menerima satu kromosom X.
2. Pada Manusia
Inti sel tubuh manusia mengandung 46 kromosom, terdiri atas 44 (22 pasang) autosom dan 2 (1 pasang) kromosom kelamin.
Seorang perempuan memiliki 22 pasang autosom dan 1 kromosom X, sehingga formula kromosom untuk orang perempuan ialah 22AAXX. Seorang laki-laki memiliki 22 pasang kromosom autosom dan 1 kromosom X, 1 kromosom Y, sehingga formula kromosom untuk orang laki-laki adalah 22AAXY.
Mengingat hal itu, maka orang perempuan membentuk satu macam sel telur haploid ynag mengandung 22 autosom dan sebuah kromosom X (22AX). Tetapi laki-laki membentuk dua macam spermatozoa yaitu :
a. Spermatozoa yang memiliki 22 autosom dan sebuah kromosom X (22AX) yang dinamakan ginospercium.
b. Spermatozoa yang memiliki 22 autosom dan sebuah kromosom Y (22AY) yang dinamakan androspermium.
Androspermium kebih kecil daripada ginospercium. Apabila sebuah sel telur dibuahi oleh sebuah ginospercium, terjadilah anak perempuan. Tetapi bila sebuah sel telur dibuahi oleh sebuah androspercium, terjadilah anak laki-laki.
P X
betina jantan
spermatozoa
Anak perempuan anak laki laki
Gambar. Skema yang menun jukan terjadinya anak perempuan dan laki-laki.
Kromatin Kelamin (sex kromatin)
Seorang ahli genetika dari Kanada, M.L. Barr, pada tahun 1949 menemukan adanya struktur tertentu yang dapat memperlihatkan reaksi pewarnaan di dalam nukleus sel syaraf kucing betina. Struktur semacam ini ternyata tidak dijumpai pada sel-sel kucing jantan. Pada manusia dilaporkan pula bahwa sel-sel somatis pria, misalnya sel epitel selaput lendir mulut, dapat dibedakan dengan sel somatis wanita atas dasar ada tidaknya struktur tertentu yang kemudian dikenal dengan nama kromatin kelamin atau badan Barr.
Pada sel somatis wanita terdapat sebuah kromatin kelamin sementara sel somatis pria tidak memilikinya. Selanjutnya diketahui bahwa banyaknya kromatin kelamin ternyata sama dengan banyaknya kromosom X dikurangi satu. Jadi, wanita normal mempunyai sebuah kromatin kelamin karena kromosom X-nya ada dua. Demikian pula, pria normal tidak mempunyai kromatin kelamin karena kromosom X-nya hanya satu.
Dewasa ini keberadaan kromatin kelamin sering kali digunakan untuk menentukan jenis kelamin serta mendiagnosis berbagai kelainan kromosom kelamin pada janin melalui pengambilan cairan amnion embrio (amniosentesis). Pria dengan kelainan kromosom kelamin, misalnya penderita sindrom Klinefelter (XXY), mempunyai sebuah kromatin kelamin yang seharusnya tidak dimiliki oleh seorang pria normal. Sebaliknya, wanita penderita sindrom Turner (XO) tidak mempunyai kromatin kelamin yang seharusnya ada pada wanita normal.
Gambar. Kromatin kelamin pada orang normal. A. Inti sel selaput lendir mulut. B. Sel darah putih. Kromatin kelamin terdapat pada perempuan, sedangkan pada laki-laki tidak memiliki. Kromatin kelamin dalam sek darah putih berbentuk drumstick (pemukul genderang)
Hypotesa Lyon
Mary F. Lyon, seorang ahli genetika dari Inggris mengajukan hipotesis bahwa kromatin kelamin merupakan kromosom X yang mengalami kondensasi atau heterokromatinisasi sehingga secara genetik menjadi inaktif. Hipotesis ini dilandasi hasil pengamatannya atas ekspresi gen rangkai X yang mengatur warna bulu pada mencit. Individu betina heterozigot memperlihatkan fenotipe mozaik yang jelas berbeda dengan ekspresi gen semidominan (warna antara yang seragam). Hal ini menunjukkan bahwa hanya ada satu kromosom X yang aktif di antara kedua kromosom X pada individu betina. Kromosom X yang aktif pada suatu sel mungkin membawa gen dominan sementara pada sel yang lain mungkin justru membawa gen resesif.
Hipotesis Lyon juga menjelaskan adanya mekanisme kompensasi dosis pada mamalia. Mekanisme kompensasi dosis diusulkan karena adanya fenomena bahwa suatu gen rangkai X akan mempunyai dosis efektif yang sama pada kedua jenis kelamin. Dengan perkataan lain, gen rangkai X pada individu homozigot akan diekspesikan sama kuat dengan gen rangkai X pada individu hemizigot.
Gambar. Hubungan antara banyaknya kromosom X dengan kromatin kelamin pada manusia.
Peranan Kromosom X dan Y Pada Manusia
Seperti halnya pada lalat Drosophila sp, kromsom X pada manusia membawa gen-gen yang menentukan sifat perempuan. Akan tetapi fungsi kromosom Y pada manusia sangat berbeda dengan pada lalat Drosophila sp. Jika kromosom Y pada lalat Drosophila sp sama sekali tidak mempengaruhi jenis kelamin lalat, maka pada manusia kromsom Y merupakan kromsom yang memiliki gen-gen untuk sifat laki-laki. Berapapun banyaknya kromosom X yang dimiliki seseorang, asal disamping itu masih mempunyai kromosom Y sebuah saja, maka orang itu adalah laki-laki.
Autosom pada manusia sama sekali tidak berpengaruh dalam penentuan jenis kelamin, sedangkan pada lalat Drosophila sp turut mempengaruhi jenis kelamin.
Kelainan Kromosom Pada Manusia
Kelainan kromosom pada manusia dapat dibedakan atas :
a. Kelainan Pada Kromosom Kelamin
1) Sindrom Turner
Orang yang mengalami pengurangan pada kromosom Y, sehingga mempunyai kariotip 22AA+XO. Orang yang emnalami sindrom Turner berkelamin wanita, tetapi ovariumnya tidak tumbuh. Peristiwa ini disebut ovaricular disgenesis. Sifat-sifat penderita antara lain :
* Tubuhnya pendek, tidak sesuai dengan umurnya
* Dada bidang dan pinggul lebih sempit
* Tidak memiliki kromatin kelamin
* Individunya perempuan
* Mandul
* Gonad ovari asas (struktur gonadal kurang berkembang)
* Tidak datang haid
* Peningkatan berat badan, obesiti
* Buah dada yang kurang berkembang
* Kemungkinan terjadi karena ada nondisjunction selama orang tuanya membentuk gamet
XX X XY
normal normal
Nondisjunction
ovum
Spermatozoa
Jantan Betina
XXY XO
Sindrom klinefelter Sindrom turner
Gambar. Diagram perkawinan yang menghasilkan anak penderita sindrom turner dan Klinefelter.
2) Sindrom Klinefelter
Pada sindrom Klinefelter, bayi laki-laki terlahir dengan kelebihan 1 kromosom X, sehingga mempunyai kariotip 22AA+XXY. Penderita penyakit ini ada yang disebut testicular disgenesis karenatestis tidak tumbuh, sehingga tidak dapat menghasilkan sperma yang mengakibatkan kemandulan, ada juga yang disebut gynaecomatis karena payudara tumbuh, tetapi kelaminya dikenal sebagai pria.
Pria dan wanita biasanya memiliki 2 kromosom seks. Wanita mendapatkan 2 kromosom X, 1 dari ibu, 1 dari ayah. Pria mendapatkan 1 kromosom X dari ibu dan 1 kromosom Y dari ayah.
Pria dengan sindrom Klinefelter biasanya memiliki kelebihan kromosom X sehingga mereka memiliki 3 kromosom seks, yaitu 2 kromosom X dan 1 kromosom Y. Sindrom ini ditemukan pada 1 diantara 700 bayi baru lahir. Sifat-sifat penderita :
* Kaki dan lengan kelihatan panjang, sehingga keseluruhan tubuhnya nampak panjang
* Memiliki satu kromatin kelamin
* Individunya laki-laki
* Dada sempit, pinggul lebar, suatu keadaan yang biasanya terdapat pada wanita normal
* Setelah mencapai masa akil-baliq, payudara membesar tetapi testis mengecil
* Mandul
* Mempunyai keinginan untuk kawin
* Kemungkinan terjadi karena ada nondisjunction selama orang tuanya membentuk gamet
Jumlah kromosom pada pria & wanita
PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui.
GEJALA
Gejalanya berupa:
- Pembesaran buah dada (ginekomastia)
- Rambut wajah dan rambut tubuh yang jarang dan tipis
- Bentuk tubuhnya lebih bundar
- Testis (buah zakar) kecil dan tidak mampu menghasilkan sperma
- Cenderung lebih mudah mengalami obesitas (kegemukan)
- Cenderung memiliki tubuh yang lebih tinggi.
Biasanya tidak terjadi keterbelakangan mental, tetapi banyak yang mengalami gangguan berbahasa.
Pada masa kanak-kanak, mereka seringkali mengalami keterlambatan dalam berbicara dan mungkin mengalami kesulitan dalam belajar membaca dan menulis.
Jika tidak diobati, gangguan berbahasa ini bisa menyebabkan kegagalan di sekolah dan mengurangi rasa percaya diri. Pengobatan terhadap gangguan berbahasa sebaiknya dilakukan pada awal masa kanak-kanak.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil analisa kromosom (kariotip).
#Diagnosis bisa ditegakkan pada berbagai keadaan: Bayi masih berada dalam kandungan.
Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan amniosintesis (analisa cairan ketuban).
Prosedur ini tidak dilakukan secara rutin, tetapi hanya dilakukan jika terdapat riwayat keluarga dengan kelainan genetik atau jika usia ibu lebih dari 35 tahun.
# Pada awal masa kanak-kanak.
Diduga suatu sindroma Klinefelter jika seorang anak laki-laki terlambat berbicara dan mengalami kesulitan dalam membaca serta menulis. Anak laki-laki dengan XXY tampak lebih tinggi dan kurus, serta pasif dan pemalu.
# Remaja.
Remaja laki-laki merasa malu ketika menyadari bahwa payudaranya agak membesar, karena itu mereka berobat ke dokter.
# Dewasa.
Diagnosis biasanya merupakan akibat dari adanya kemandulan. Pada pemeriksaan fisik, testis tampak lebih kecil. Untuk memperkuat diagnosis sindroma ini, dilakukan pemeriksaan kadar hormon gonadotropin.
PENGOBATAN
Efek yang utama dari sindroma Klinefelter adalah pada fungsi testis. Testis menghasilkan hormon pria testosteron dan jumlah hormon ini pada penderita sindrom Klinefelter menurun.
Pada saat penderita berusia 10-12 tahun, perlu dilakukan pengukuran testosteron dalam darahnya secara periodik (misalnya setiap tahun). Jika kadarnya rendah (sehingga tidak terjadi perubahan seksual yang seharusnya dialami setiap anak laki-laki pada masa pubertas) atau jika timbul gejala yang disebabkan oleh gangguan metabolisme hormon, maka dilakukan pengobatan dengan pemberian hormon testosteron.
Yang paling sering digunakan adalah depotestosteron, yang merupakan hormon testosteron sintetis, disuntikkan 1 kali/bulan. Sejalan dengan pertambahan umur penderita, secara bertahap dosisnya perlu ditingkatkan dan diberikan lebih sering.
Hasil dari pengobatan adalah perkembangan fisik dan seksual yang normal, yaitu berupa pertumbuhan rambut kemaluan, penambahan ukuran penis dan skrotum (kantung zakar), pertumbuhan janggut, suara menjadi lebih dalam serta otot lebih berisi dan lebih kuat.
Keuntungan lain yang diperoleh dari terapi testosteron adalah:
- Pikiran lebih jernih
- Lebih bertenaga
- Tremor tangan berkurang
- Pengendalian diri yang lebih baik
- Dorongan seksual lebih besar
- Lebih mudah menyesuaikan diri di sekolah dan tempat bekerja
- Lebih percaya diri.
Pria dewasa mampu menjalani fungsi seksual yang normal (ereksi dan ejakulasi), tetapi tidak mampu menghasilkan sperma dalam jumlah yang normal.
3) Wanita Super
Wanita ini kelebihan sebuah kromosom X, sehingga memiliki 47 kromosom, dengan formula kromosom 22AAXXX atau disingkat sebagai wanita XXX. Wanita ini hidupnya tidak lama, biasanya meninggal di waktu masih kanak-kanak, karena banyak alat-alat tubuhnya tidak sempurna perkembanganya.
Kemungkinan terjadinya karena ada nondisjunction pada waku ibunya membentuk sel telur.
4) Pria XYY
Pada sindroma XYY, seorang bayi laki-laki terlahir dengan kelebihan kromosom Y.
Pria biasanya hanya memiliki 1 kromosom X dan 1 kromosom Y, digambarkan sebagai 46, XY.
Pria dengan sindrom XYY memiliki 2 kromosom Y dan digambarkan sebagai 47, XYY. Kelainan ini ditemukan pada 1 diantara 1.000 pria.
Jumlah kromosom pada pria & wanita
PENYEBAB
Penyebab dari penyimpangan kromosom yang menyebabkan terbentuknya sindroma XYY tidak diketahui.
GEJALA
Pada saat lahir, bayi biasanya tampak normal, lahir dengan berat dan panjang badan yang normal, tanpa kelainan fisik dan organ seksualnya normal.
Pada awal masa kanak-kanak, penderita memiliki kecepatan pertumbuhan yang pesat, rata-rata mereka memiliki tinggi badan 7 cm diatas normal.
Postur tubuhnya normal, tetapi berat badannya relatif lebih rendah jika dibandingkan terhadap tinggi badannya.
Pada masa kanak-kanak, mereka lebih aktif dan cenderung mengalami penundaan kematangan mental, meskipun fisiknya berkembang secara normal dan tingkat kecerdasannya berada dalam kisaran normal.
Di sekolah, mereka cenderung mengalami masalah belajar.
Aktivitas yang tinggi dan gangguan belajar akan menimbulkan masalah di sekolah sehingga perlu diberikan pendidikan ekstra.
Perkembangan seksual fisiknya normal, dimana organ seksual dan ciri seksual sekundernya berkembang secara normal. Pubertas terjadi pada waktunya.
Pria XYY tidak mandul, mereka memilki testis yang berukuran normal serta memiliki potensi dan gairah seksual yang normal.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan analisa kromosom.
PENGOBATAN
Anak laki-laki dengan sindroma XYY seringkali secara fisik lebih aktif daripada saudara kandungnya dan jika aktivitas ini ditanggapi dan disalurkan dengan baik, biasanya tidak akan menimbulkan masalah.
Mereka cenderung mengalami keterlambatan dalam kematangan emosi dan cenderung mengalami kesulitan belajar di sekolah sehingga perlu dirangsang secara dini dan adekuat.
Pria XYY memiliki keadaan hormon seks yang normal dan tidak perlu menjalani terapi hormonal.
Anak laki-laki XYY yang tumbuh di dalam lingkungan yang baik, dengan cinta, dukungan dan rangsangan yang mereka perlukan, tidak akan mengalami kelainan jiwa.
Pria XYY yang tumbuh dalam lingkungan yang jelek, tanpa cinta, rangsangan dan dukungan, memiliki resiko mengalami kelainan jiwa dan gangguan dalam bersosialisasi; tetapi mereka tidak memiliki resiko menderita skizofrenia, kelainan manik-depresif maupun kelainan jiwa yang serius lainnya. Mereka bisa dibantu melalui penyuluhan dan pengobatan psikolog-psikiater.
P X
Laki laki Normal MI Betina Normal
MII
F1
Gambar. Diagram yang Menun jukan asalnya pria XYY. Nondisjunction selama meosis II kepada orang laki laki menghasilkan spermatozoa YY.
b. Kelainan Pada Autosom
Oleh karena autosom dimiliki pria maupun wanita, maka kelainan pada autosom dapat dijumpai pada pria maupun wanita.
Suatu contoh yang banyak terdapat di Indonesia ialah Sindrom Down. Mula-mula diketemukan oleh Langdon Down pada tahun 1866. Tadinya kelainan ini dinamakan Mongolisme, sebab kelopak mata yang atas dari penderita mempunyai lipatan, sehingga seperti mata orang Mongol. Karena nama itu dapat menyinggung perasaan suatu bangsa, maka kini dipakai nama Sindrom Down.
Kebanyakan penderita Sindrom Down merupakan anak terakhir dari suatu keluarga besar, dimana usia ibu diwaktu melahirkan anak tersebut sudah terlalu tua. Atau dapat juga lahir dari seorang perempuan yang kawin terlalu lambat. Tentunya biasanya terjadi karena ibu mengalami nondisjunction pada autosom pada waktu membentuk sel telur. Sifat-sifat penderita antara lain
a) Individu dapat laki-laki maupun perempuan, karena terdapat kelainan pada autosom, bukan pada kromosom kelamin.
b) Biasanya tubihnya kelihatan pendek dan puntung.
c) Muka sering kali berbentuk bulat.
d) Kelopak mata bagian atas mempunyai lipatan epikantus.
e) Hidung biasanya lebar dan datar.
f) Pada telapak tangan (dari salah satu atau kedua tangan) hanya terdapat sebuah garis horizontal, sedangkan pada orang normal terdapat beberapa garis.
g) Mempunyai IQ sangat rendah (antara 20-50).
h) Mempunyai kelebihan autosom, sehingga ia memiliki 3 buah autosom , itu berarti penderita sindrom Down memiliki 47 kromosom.
3. Pada Hewan Menyusui
Penetuan jenis kelamin pada hewan-hewan inipun mengikuti sistem XY. Hewan betina adalah XX dan yang jantan adalah XY.
4. Pada Tumbuhan Berumah Dua
Kebanyakan tumbuh-tumbuhan mempunyai bunga dengan benang sari dan putik. Bunga yang demikian dinamakan bunga hermafrodit. Berhubungan dengan itu, kebanyakan tumbuh-tumbuhan tidak dapat dibedakan jenis kelaminya. Tetapi ada tumbuh-tumbuhan yang dapat dibedakan atas tanaman jantan dan tanaman betina. Pada tumbuh-tumbuhan demikian ini dapat dibedakan jenis kelamin, yang mengikuti system XY pula. Tanaman betina adalah XX dan tanaman jantan adalah XY. Contohnya pada tanaman salak (Zalacca edulis), melandrium sp.
Sistem gen Sk-Ts
Di atas disebutkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin pada lebah tidak berhubungan dengan kromosom kelamin. Meskipun demikian, sistem tersebut masih ada kaitannya dengan jumlah perangkat kromosom.
Pada jagung dikenal sistem penentuan jenis kelamin yang tidak bergantung, baik kepada kromosom kelamin maupun jumlah genom, tetapi didasarkan atas keberadaan gen tertentu. Jagung normal monosius (berumah satu) mempunyai gen Sk, yang mengatur pembentukan bunga betina, dan gen Ts, yang mengatur pembentukan bunga jantan. Jagung monosius ini mempunyai fenotipe Sk_Ts_.
Sementara itu, alel-alel resesif sk dan ts masing-masing menghalangi pembentukan bunga betina dan mensterilkan bunga jantan. Oleh karena itu, jagung dengan fenotipe Sk_tsts adalah betina diosius (berumah dua), sedang jagung skskTs_ adalah jantan diosius. Jagung sksktsts berjenis kelamin betina karena ts dapat mengatasi pengaruh sk, atau dengan perkataan lain, bunga betina tetap terbentuk seakan-akan tidak ada alel sk.
b. Tipe XO
Sistem XO dijumpai pada beberapa jenis serangga, misalnya belalang. Di dalam sel somatisnya, individu betina memiliki dua buah kromosom X sementara individu jantan hanya mempunyai sebuah kromosom X. Jadi, hal ini mirip dengan sistem XY. Bedanya, pada sistem XO individu jantan tidak mempunyai kromosom Y. Dengan demikian, jumlah kromosom sel somatis individu betina lebih banyak daripada jumlah pada individu jantan. Sebagai contoh, E.B. Wilson menemukan bahwa sel somatis serangga Protenor betina mempunyai 14 kromosom, sedang pada individu jantannya hanya ada 13 kromosom.
Dari beberapa serangga dari ordo Orthioptera dan Heteroptera, seperti belalang misalnya, tidak terdapat kromsom Y. Jadi, belalang jantan hanya memiliki sebuah kromosom X saja, maka menjadi XO. Berbeda dengan lalat Drosophila sp jantan XO, maka belalang jantan XO adalah subur, sedangkan lalat Drosophila sp jantan XO mandul. Belalang betina memiliki sepasang kromosom X, jadi XX.
c. Tipe ZW
Pada beberapa jenis kupu , beberapa jenis ikan, beberapa jenis reptil dan burung diketemukan bentuk kromosom kelamin yang berlainan daripada yang telah diterangkan di muka. Yang jantan memiliki sepasang kromosom kelamin yang sama bentuknya, maka dikatakan bersifat homogametik. Yang betina bersifat heterogametik, karena satu kromosom kelamin berbentuk seperti pada yang jantan, sedangkan satunya lagi sangat lain bentuknya. Jadi keadaan ini kebalikan dengan manusia, sebab pada manusia, yang laki-laki adalah heterogametik (XY) sedangkan yang perempuan homogametik (XX). Untuk menghindari kekeliruan, maka kromosom kelamin pada hewan-hewan tersebut di atas disebut ZZ dan ZW. Hewan jantan adalah ZZ, sedang yang betina ZW. Jadi, semua spermatozoa mengandung kromosom kelamin Z, sedangkan sel telurnya ada kemungkinan mengandung kromosom dan kelamin Z dan ada kemungkinan mengandung kromosom kelamin W.
d. Tipe ZO
Pada uggas (ayam, itik dan sebagainya) susunan kromosomnya lain lagi. Yang betina hanya memiliki sebuah kromosom kelamin saja, tetapai bentuknya lain dengan yang dijumpai pada belalang. Karena itu ayam betina adalah ZO (heterogametik). Ayam jantan memiliki sepasang kromosom kelamin yang sanma bentuknya, maka menjadi ZZ (homogametik). Jadi spermatozoa ayam hanya satu macam saja, yaitu membawa kromosom kelamin Z, sedang sel telurnya ada dua macam, mungkin membawa kromosom Z dan mungkin juga tidak memiliki kromosom kelamin sama sekali.
e. Tipe Haploid-Diploid
Partenogenesis
Pada beberapa spesies Hymenoptera seperti semut, lebah, dan tawon, individu jantan berkembang dengan cara partenogenesis, yaitu terbentuknya makhluk dari sel telur tanpa didahului oleh pembuahan. Oleh karena itu, individu jantan ini hanya memiliki sebuah genom atau perangkat kromosomnya haploid.
Lebah madu jantan misalnya, bersifat haploid, yang memiliki 6 buah kromosom. Sel telur yang yang dibuahi oleh spermatozoon akan menghasilkan lebah madu betina yang berupa lebah ratu dan pekerja, masing-masing bersifat diploid dan memiliki 32 kromosom. Karena perbedaan tempat dan makanan, maka lebah ratu subur (fertil), sedangkan lebah pekerja mandul (steril).
Sementara itu, individu betina dan golongan pekerja, khususnya pada lebah, berkembang dari telur yang dibuahi sehingga perangkat kromosomnya adalah diploid. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partenogenesis merupakan sistem penentuan jenis kelamin yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kromosom kelamin tetapi hanya bergantung kepada jumlah genom (perangkat kromosom).
B. Gen Tunggal dan Penentuan Jenis Kelamin
Penentuan jenis kelamin pada beberapa makhluk hidup dipengaruhi oleh kegiatan yang berlainan dari gen-gen tunggal. Tanaman jagung misalnya, merupakan tanaman berumah satu (bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu tanaman). Jika gen (ba) homozigotik, maka tongkol yang merupakan bunga betina akan berubahmembentuk struktur seperti benang sari. Sebaliknya bila gen (ts) homozigotik, maka malai yang biasanya merupakan bunga jantan berubah membentuk struktur seperti putik dan tidak menghasilkan serbuk sari. Tanaman dengan genotip babatsts adalah jantan. Peristiwa ini menunjukkan tanaman berubah satu dapat berubah menjadi tanaman berumah dua atau sebaliknya, sebagai akibat adanya mutasidari dua buah gen, dalam hal ini Ba menjadi ba dan Ts menjadi ts.
C. Penentuan Jenis Kelamin dan Lingkungan Luar
Sistem penentuan jenis kelamin bahkan ada pula yang bersifat nongenetik. Hal ini misalnya dijumpai pada cacing laut Bonellia, yang jenis kelaminnya semata-mata ditentukan oleh faktor lingkungan.. F. Baltzer menemukan bahwa cacing Bonellia yang berasal dari sebuah telur yang diisolasi akan berkembang menjadi individu betina. Sebaliknya, cacing yang hidup di lingkungan betina dewasa akan mendekati dan memasuki saluran reproduksi cacing betina dewasa tersebut untuk kemudian berkembang menjadi individu jantan yang parasitik.
D. Seks Membalik Sebagian
Crew 1923, menemukan bahwa jenis kelamin ayam betina yang dewasa dapat berubah menjadi jantan. Ayam betina yang membalik jenis kelaminya mempunyai bulu ekor seperti ayam jantan, dapat berkokok dan berlaku sebagai induk jantan terhadap anak-anaknya.
Ayam betina yang membalik jenis kelaminya disebabkan karena rusaknya ovarium atau karena ovarium diserang suatu penyakit. Walaupun ayam betina membalik jenis kelaminya, tetapi susunan kromosomnya tetap sama, yaitu ZO. Ayam memiliki dua gonad, yang sebelah kiri berkembang menjadi ovarium, sedangkan yang sebelah kanan mengalami degenerasi. Penyelidikan oleh Crew membuktikan bahwa ovarium pada ayam betina yang yan membalik jenis kelaminya telah rusak kaena tuberkulose, sehingga gonad yang sebelah kanan berkembang menjadi testis. Perkawinan antara ayam betina yang membalik jenis kelaminya dengan ayam betina normal diharapkan menghasilkan keturunan dengan perbandingan 1 ayam jantan : 2 ayam betina. Telur yang tidak memliki kromosom kelamin sama sekali (OO) tidak dapat menetas.
Betina
Seks membalik
X
Z O Z O
Jantan Betina
Jantan Betina Betina telur tidak menetas
Gambar . Perbaikan seks yang dapat diharapkan dalam keturunan apabila ayam betina yang membalik jenis kelaminnya dikawinkan dengan ayam betina normal
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Penentuan Jenis Kelamin. (Online). (dikutip 9 Mei 2009). Diperoleh dari
http://www.google.co.id/search?hl=id&q=type+penentuan+jenis+kelamin&meta=&btnG=Telusuri+dengan+Google
Penentuan Jenis Kelamin. (Online). (dikutip 9 Mei 2009). Diperoleh dari
http://books.google.co.id/books?id=2bPXe2S4gxoC&pg=PT175&lpg=PT175&dq=type+penentuan+jenis+kelamin&source=bl&ots=gdlLqD43Fd&sig=6QNk41wfD6GNYFE80gu6l3U1x7E&hl=id&ei=M1sFSv7FH9eUkAW-jcjWBw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1#PPT175,M1
Penentuan Jenis Kelamin. (Online). (dikutip 9 Mei 2009). Diperoleh dari
http://books.google.co.id/books?id=BhMKnV8eHSsC&pg=PA135&lpg=PA135&dq=penentuan+jenis+kelamin+TIPE+xy&source=bl&ots=ppPHMucjka&sig=4ZCAZcZj9l-8gRdODKfah7946k0&hl=id&ei=n14FStHMAoKIkAW__Ln0CQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=4
Prawirohartono, selamet. 2000. Biologi-3a. Jakarta : PT Bumi Aksara